Saturday, December 27, 2008

Cerita fiksi

Cerita Fiksi
1. Pengertian Cerita Fiksi
Rismiati & Mulandari mengungkapkan bahwa cerita fiksi adalah sejenis karangan yang menceritakan peristiwa-peristiwa tertentu secara fiksi. Kanto (dalam Rismiati & Mulandari) mengatakan bahwa cerita fiksi adalah cerita tentang peristiwa-peristiwa yang menghidupkan daya khayal anak.
Hemi & Hendy (1987) menambahkan bahwa cerita fiksi adalah cerita rekaan yang berdasarkan angan-angan atau fantasi, bukan berdasarkan fakta atau kejadian yang sesungguhnya, hanya berdasarkan rekaan pengarang saja.
Mawoto, Suyatmi, dan Suyitno menambahkan bahwa cerita fiksi merupakan hasil olahan imajinasi seorang pengarang berdasarkan pandangan, tafsiran, dan penilaiannya terhadap peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi secara nyata ataupun yang hanya terjadi dalam khayalan penulis saja
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa cerita fiksi merupakan cerita rekaan tentang peristiwa-peristiwa yang didasarkan pada angan-angan atau fantasi, bukan berdasarkan fakta atau kejadian yang sesungguhnya, hanya berdasarkan rekaan pengarang saja.
2. Jenis-jenis cerita fiksi
Badudu (1992) menyatakan bahwa jenis cerita fiksi dibedakan menjadi :
a. Narasi, yaitu betuk karangan yang menceritakan suatu kejadian atau peristiwa yang disusun menurut urutan waktu.
b. Deskripsi adalah jenis karangan yang isinya melukiskan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan hasil pengamatan panca indera kita disertai bukti-bukti yang kuat, misalnya dengan angka, grafik, peta, gambar, seolah-olah pembaca menyaksikan kejadian atau sesuatu yang ditulisnya itu.
c. Persuasi adalah seni verbal yang bertujuan untuk meyakinkan seseorang agar melakukan sesuatu yang dikehendaki pembicara pada waktu ini atau pada waktu yang akan datang, untuk melakukan sesuatu serta mengambil keputusan yang benar dan bijaksana serta dilakukan tanpa paksaan.
d. Argumentasi, adalah suatu bentuk retoriks yang berusaha mempengaruhi sikap dan penapat orang lain, agar mereka percaya dan akhirnya bertindak sesuai dengan keinginan penulis atau pembicara.
e. Eksposisi adalah menerangkan dan menguraikan suatu pokok pikiran yang dapat memperluas pandangan atau pengetahuan pembaca dengan tidak berusaha mempengaruhi pendapat seseorang.
Cerita fiksi dalam penelitian ini merupakan jenis cerita jenis eksposisi yaitu jenis karangan yang menerangkan dan menguraikan suatu pokok pikiran yang dapat memperluas pandangan atau pengetahuan pembaca dengan tidak berusaha mempengaruhi pendapat seseorang.
Suherli, Sumadiputra,dan Sofidar (1987) menyatakan bahwa cerita fiksi dibedakan menjadi :
a. Novel ialah cerita yang melukiskan pengalaman manusia yang isinya lebih singkat atau pendek dan belum ada penyelesaian yang sempurna. Novel ini berkembang dengan pesatnya pada pengarang angkatan 45. Contoh : Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma (Idrus), Kawan Bergelut (Suman Hasibuan), Aku (Idrus).
b. Cerpen ialah karangan yang menguraikan suatu peristiwa atau melukiskan sesuatu kejadian dalam sepintas kilas, sehingga penyelesaiannya belum ada. Contoh : Hujan Kepagian (kumpulan cerpen) oleh Nugroho Noto Susanto, Robohnya Surau Kami (kumpulan cerpen) oleh AA Navis.
c. Roman ialah cerita tentang percintaan. Contoh : Si Jamin karya Aman Datuk Majdoindo.
Suherli, Sumadiputra dan Sofidar (1987) menambahkan bahwa macam-macam cerita fiksi yang banyak dibaca anak sekolah adalah :
a. Dongeng atau cerita. Merupakan percakapan yang dituturkan atau diceritakan kembali dari mulut ke mulut. Ceritanya buatan semata-mata, khayal, lucu, dan ajaib. Tujuan utamanya hanya sebagai penghibur sedih dan pelipur lara. Isinya banyak mengandung nasihat serta gambaran hidup seseorang. Isi dongeng tersebut bermacam-macam, yaitu :
1. Dongeng yang lucu. Contoh : (a) Pak Pandir, (b) Lebai Malang, (c) Pak Belalang, (d) Abu Nawas (dari Irak).
2. Fabel adalah dongeng yang menceritakan tentang binatang-binatang yang bertingkah laku seperti manusia. Dongeng binatang kebanyakan mengandung nasihat atau pengajaran kepada anak-anak melalui kiasan yang terkandung didalam cerita karena itu dongeng binatang atau fabel mengandung unsur didaktif dan edukatif. Dalam dongeng binatang dilukiskan bahwa hewan dapat berbicara, berbuat, bertindak seperti manusia. Contoh : (a) Sang Kancil, (b) Kalilah dan Damirah, (c) Peladuk Jenaka.
3. Legenda adalah dongeng khayal yang semata-mata dihubungkan dengan asal-usul suatu tempat atau daerah, gunung, kota, dan sebagainya. Contoh : (a) Asal Mula Banyuwangi, (b) Terjadinya Gunung Tangkuban Perahu (Sangkuriang), (c) Terjadinya Gunung Sebelah Barat Barabai di Kalimantan.
4. Mite adalah dongeng tentang kepercayaan masyarakat. Contoh : (a) Kyai Ageng Selo adalah seorang penguasa petir, (b) Nyi Roro Kidul adalah ratu lain Indonesia, (c) Dewi Sri adalah ratu padi.
5. Sage adalah dongeng yang berhubungan dengan peristiwa atau mengandung unsur-unsur sejarah. Contu : (a) Hang Tuah, (b) Ciung Wanara, (c) Lutung Kasarung, (d) Damar Wulan.
b. Hikayat. Berasal dari bahasa arab yang berarti cerita. Hikayat adalah cerita khayal tentang kehidupan raja-raja. Para menteri dan hulubalangnya engan penuh keindahan, kesaktian, dan keanehan serta ceritanya diselingi dengan peperangan. Contoh : Hikayat Langlang Buana, Hang Tuah, Si miskin, Indra Bangsawan.
c. Silsilah atau sejarah adalah cerita tentang asal-usul raja dan kaum bangsawan serta kejadian-kejadian penting dalam istana. Contoh : Sejarah Melayu karangan Tan Sri Lanang (1616-1615), Silsilah Bugis, Tambo Bangkahulu.
Menurut Rismiati dan Wulandari (2004), macam-macam cerita fiksi adalah sebagai berikut :
1. Novel (cerita yang melukiskan pengalaman menusia secara singkat)
2. Fabel (dongeng tentang binatang yang bertingkah laku seperti manusia)
3. Komik (cerita bergambar)
4. Dongeng (cerita lucu)
5. Cerpen (cerita tentang peistiwa atau kejadian dalam sepintas kilas)
6. Dongeng kontemporer (cerita tokoh kepehlawanan)
7. Cerita bersambung
8. Cerita silat (cerita tentang persilatan).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa macam-macam cerita fiksi yaitu novel, fabel, komik, dongeng, cerpen, dongeng kontemporer, cerita bersambung, cerita persilatan, mite, sage, legenda, hikayat, roman, dan novel.

Unsur-unsur cerita fiksi
Menurut Hami dan Hendy (1987) unsur-unsur cerita fiksi yang dibutuhkan anak usia 6 sampai 12 tahun untuk memahami dan mengerti gambaran cerita dalam buku bacaan adalah :
a. Tema ialah dasar atau makna suatu cerita.
b. Ketegangan ialah cara menyusun suatu cerita sehingga pembaca tahu yang akan terjadi selanjutnya.
c. Alur ialah struktur gerak alam fiksi.
d. Pelukisan tokoh ialah pelukisan pribadi tokoh agar pembaca dapat mengerti, mengetahui rupa, pribadi atau watak tokoh cerita itu.
e. Konflik ialah tempat tokoh utama berjuang untuk mengatasi segala kesukaran demi tercapainya tujuan.
f. Latar ialah latar belakang fisik, unsur, tempat dan ruang dalam suatu cerita.
g. Kesatuan ialah rasa keseluruhan atau rasa kesatuan yang mengandung suatu makna keseluruhan.
h. Logika ialah hubungan yang terdapat antara tokoh dengan tokoh, antara pelaku dengan pelaku, antara tokoh dengan latar.
i. Penafsiran ialah penafsiran pembaca terhadap nilai-nilai, pandangan, dan kehidupan tertentu dalam suatu fiksi.
j. Tokoh dan laku ialah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam cerita fiksi. Pembaca dan pendengar dapat melihat tokoh itu dengan jelas melalui laku atau aksi.
k. Gaya ialah pemilihan dan penyusunan bahasa, dengan gaya dapat diketahui cara pengarang menata bahan untuk menguji suatu efek tertentu.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dalam cerita fiksi berguna untuk memberikan gambaran kepada anak mengenai cerita yang didengar dari awal hingga akhir cerita, sehingga anak dapat mengikuti cerita dengan menempatkan diri sebagai tokoh dan yang dialami oleh tokoh dalam cerita seakan-akan dialaminya sendiri menyebabkan anak dapat menangis, meluapkan kegembiraannya atau bangga karena kemenangan.
3. Cara penyampaian cerita.
Menurut Mulatsih (dalam Budianti, 2007) penyampaian dongeng dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Tuturkan secara lambat (tidak buru-buru) dan jelas. Makin muda usia anak, sebaiknya pelan agar anak dapat menyerap dan memahami cerita.
b. Nada suara sebaiknya normal dan santai.
c. Kecepatan, irama suara sesuai kebutuhan teks. Misalnya membangun ketegangan-ketegangan.
d. Variasikan nada suara pada berbagai karakter. Hal ini akan lebih memdramatisir dialog dan menghidupkan karakter yang ada. Lakukan secara wajar karena jika berlebihan yang diingat anak justru suara dan bukan ceritanya.
e. Jika ada ilustrasi, peganglah buku tersebut sehingga anak dapat melihatnya.
f. Gunakan telunjuk untuk menunjuk barisan kalimat yang sedang dibaca tanpa menutupi gambar ilustrasinya.
g. Alat bantu juga bisa digunakan. Misalnya pensil atau boneka tangan. Penggunaan alat peraga ini biasanya sangat efektif untuk anak-anak yang lebih kecil.
h. Beri tanggapan pada reaksi atau komentar yang dilontarkan anak atas cerita yang dibacakan.
Selain cara penyampaian dongeng yang baik dan benar, yang perlu diperhatikan lagi supaya dongeng dapat menarik perhatian anak adalah orang tua yang menyampaikan dan waktu penyampaian. Dongeng dapat menarik perhatian anak bila disampaikan oleh orang yang ahli mendongeng, karena dapat lebih menjiwai dan ekspresif sesuai dengan cerita dongeng dan waktu yang dibutuhkan sekitar 15 – 20 menit untuk satu cerita.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa cara penyampaian cerita yang baik adalah : penuturannya secara lambat (tidak buru-buru), nada suara yang normal dan santai, irama suara sesuai kebutuhan teks, Variasikan nada suara pada berbagai karakter, peganglah buku tersebut sehingga anak dapat melihat ilustrasi gambar yang ada, gunakan alat batu jika perlu, beri tanggapan pada reaksi atau komentar yang dilontarkan anak atas cerita yang dibacakan, dan bacakan selama 15 – 20 menit untuk satu cerita.
4. Manfaat mendengarkan cerita
Ulwun (1995) mengemukakan bahwa metode cerita yang disertai perumpamaan yang mengandung pelajaran dan nasehat mempunyai pengaruh sendiri terhadap jiwa dan akal, dengan argumentasi-argumentasinya yang logis dan rasional.
Ulwun (2007) menambahkan bahwa manfaat bercerita adalah sebagai berikut:
1. Bercerita dapat mengembangkan kemampuan menyimak dan mendengar aktif pada anak.
2. Bercerita membantu anak untuk menghargai kebudayaan bangsa lain.
3. Cerita yang dibacakan dapat menghibur dan menyenagkan anak.
4. Bercerita membantu anak menambah perbendaharaan kata.
5. Bercerita memfasilitasi imajinasi dan fantasi dalam rangka pengembangan kreativitas.
Begitu juga Mursy (2001) mengungkapkan bahwa bercerita atau mendongeng, cara seperti ini merupakan ciri khas yang dimiliki oleh Al Qur’an yaitu saat memaparkan cerita-cerita para nabi dan orang-orang terdahulu dengan maksud untuk dijadikan sebagai peringatan dan pelajaran. Sebagian ulama terdahulu berpendapat bahwa cerita merupakan salah satu senjata Allah SAW yang dapat meneguhkan hati para Wali-Nya seperti dalah Al Qur’an (Huud : 129) “dan semua kisah dari rasul-rasul Kemi ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hati mu, dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” Cerita ini akan selalu mempunyai pengaruh yang besar dalam berfikir dan meningkatkan kecerdasan.
Rachmawati (2002) menjelaskan manfaat yang dapat diperoleh dari mendengar cerita adalah sebagai berikut :
1. Mendorong anak untuk mencintai buku. Ketika seorang anak diceritakan tentang sebuah cerita dan ketika dia merasa senang dengan cerita tersebut maupun nilai-nilai yang ada dalam tokoh cerita, maka anak akan mencari literatur yang membuat rasa ingin tahunya terpenuhi atau terjawab dan ini akan mendorong anak untuk mencintai buku, baik yang berisi cerita maupun tidak.
2. Mampu mendekatkan hubungan orang tua dan anak. Dengan kegiatan mendengarkan cerita ini tentunya orang tua akan lebih intens dalam berinteraksi dengan anak dan menjadi lebih mengenal anaknya, melalui dialog-dialog selama kegiatan berlangsung.
3. Sebagai sarana bagi orang tua untuk menanamkan nilai-nilai luhur melalui cerita yang dibacakan.
4. Dapat memberikan pendidikan moral bagi anak dalam mengatasi persaingan antar saudara, konflik dengan teman maupun dorongan-dorongan negatif yang lain.
5. Selain itu, manfaat lainnya adalah dapat menyeimbangkan fungsi otak kanan dan kiri sehingga anak akan dapat berkreasi lebih optimal lagi. Dengan adanya keseimbangan ini diharapkan anak-anak mampu untuk lebih mengatur diri (self regulate) dan lebih bijak dalam mengambil setiap keputusan.
Ujianti (dalam Budianti, 2007) menerangkan bahwa manfaat mendongeng atau memberikan cerita kepada anak adalah sebagai berikut :
a. Menanamkan berbagai nilai dan etika. Cerita atau dongeng merupakan media yang efektif untuk menenamkan nilai dan etika kepada anak, bahkan untuk menumbuhkan rasa empati. Anak juga diharapkan dapat lebih mudah menyerap berbagai nilai dan etika karena orang tua tidak bersikap memerintah atau menggurui, sebaliknya para tokoh cerita dalam dongeng tersebut yang diharapkan menjadi contoh atau teladan bagi anak.
b. Menumbuhkan minat membaca. Dongeng dapat dijadikan langkah awal untuk menumbuhkan minat membaca anak. Setelah tertarik pada berbagai dongeng yang diceritakan, anak diharapkan mulai menumbuhkan ketertarikannya pada buku. Diawali dengan buku-buku dongeng yang kerap didengarnya, kemudian meluas pada buku-buku lain seperti buku pengetahuan, sains dan agama.
c. Mengasah daya pikir dan imajinasi. Daya pikir dan imajinasi belum tentu dapat terpenuhi bila anak hanya menonton televisi. Anak dapat membentuk visualisasinya sendiri dengan cerita yang didengar. Anak dapat membayangkan tokoh-tokoh maupun situasi yang muncul dari dongeng tersebut. Lama kelamaan kreativitas dapat dilatih dengan cara ini.
Nusantara (Ratnawati, 2002) menjelaskan bahwa dalam tradisi lisan, anak-anak yang mendengarkan cerita diajak untuk berimajinasi, bereksplorasi terhadap makna yang terkandung di dalamnya. Selain itu anak juga dilatih melakukan personifikasi kerena dalam kegiatan ini terjadi dialog antara anak dan orang tua. Lebih lanjut Mulyadi menambahkan (dalan Ratnawati, 2002) dalam mendongeng imajinasi anak terkontrol, anak dapat menyampaikan ide atau gagasan dalam memecahkan masalah. Dengan demikian lahirlah ide-ide orisinil dari anak dalam suasana hangat yang penuh kasih sayang.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa manfaat mendengar cerita adalah dapat mengembangkan kemampuan menyimak dan mendengar aktif, menambah perbendaharaan kata, sebagai hiburan, bisa dijadikan sarana untuk lebih mendekatkan hubungan orang tua dan anak, dan mengembangkan daya kreativitas.

Artikel Terkait

Cerita fiksi
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Dapatkan desain eksklusif gretis via email