Terapi Musik bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Terapi musik diyakini dapat menjadi salah satu alternatif bagi orang-orang berkebutuhan khusus, terutama untuk mengembangkan kemampuan anak dalam berinteraksi dan berkomunikasi.
Dalam seminar bertajuk “Music Therapy: Awareness Days” di Universitas Katolik Atma Jaya
Dalam kaitan ini, terapis musik bekerja bersama penderita gangguan belajar, gangguan mental, trauma, kecanduan, autis, gangguan berkomunikasi, epilepsi, manajemen stres, gangguan makan, dan penyiksaan seksual.
Terapi musik ialah penggunaan bunyi dan musik dalam memunculkan hubungan antara individu dan terapis untuk mendukung dan menguatkan secara fisik, mental, sosial, dan emosi. Penggunaan bunyi dan musik dapat berbagai cara, misalnya bermain musik bersama dengan improvisasi bebas.
Dengan terapi musik, kata Patricia, mereka yang berkebutuhan khusus akan mempunyai kesempatan berinteraksi dan berkomunikasi dalam musik. Mereka dapat mengungkapkan diri dengan segala cara, baik menggunakan anggota tubuh, suara, maupun alat musik yang disediakan.
“Bagi sebagian orang, kata-kata tak memungkinkan atau tak terlalu efektif untuk berkomunikasi. Biasanya, kendala yang dialami, mereka tidak ingin membicarakan sesuatu yang spesifik akibat trauma. Adakalanya mereka tidak dapat berbicara karena kelainan fisik atau gangguan mental, dan memang memilih tidak berbicara, atau tidak dapat berbicara karena stres,” ujar Patricia.
Sesuai kebutuhan individu
Terapi musik dapat membantu karena terapi disesuaikan dengan kebutuhan individu. “Musik dapat menggerakkan kita karena selama ini kita selalu bergerak secara musikal, misalnya dengan ritmik dan harmoni. Gerakan kita yang beritmik dapat dibaca sebagai narasi atau melodi,” ujar Patricia, yang sudah tujuh tahun berpraktik di Inggris.
Secara teknis, memainkan alat musik dapat mengembangkan koordinasi motorik. Mendengarkan musik atau membuat komposisi dapat mengembangkan kemampuan kognitif, seperti daya ingat dan konsentrasi. Melalui musik terapi juga dapat dimunculkan interaksi-ekspresi melalui cara yang tidak mengancam dan komunikasi bersifat nonverbal.
“Musik dapat menjadi ruang yang aman untuk mengeksplorasi perasaan dan emosi, serta bebas tekanan dari luar, sehingga membuat mereka diterima. Melalui terapi musik juga dapat dibangun rasa percaya dan hubungan yang baik,” kata lulusan Unika Atma Jaya Jakarta yang mengambil master untuk terapi musik di Inggris itu.
Musik terapi juga dapat digunakan untuk mengembangkan secara dini kemampuan berinteraksi, membantu mengembangkan rasa percaya diri, meningkatkan rasa kesadaran sosial, dan memungkinkan kreativitas dan imajinasi berkembang.
Metode ini pertama kali ditemukan di Amerika tahun 1950- an. Di Inggris, Juliet Alvin merupakan pionir terapi musik. Adapun analytical music therapy dikembangkan oleh Mary Priestly ketika bekerja sebagai terapis musik di satu rumah sakit jiwa, tahun 1970-an.(INE)