HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI terhadap KUALITAS PRODUK dengan MINAT MEMBELI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Batas ekonomi antar negara semakin menghilang karena globalisasi, oleh karena itu industri Indonesia makin menghadapi tantangan yang tidak mudah. Hal ini tidak lepas dari berkembangnya jaman yang memicu semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat yang kian bertambah kompleks, dari jenis produk yang sifatnya mendasar sampai pada jenis kebutuhan yang bersifat tersier, yang engkau hanya dapat dibeli dengan menukarkannya dengan nilai yang sangat fantastis.
Perusahaan merupakan suatu bentuk organisasi produksi yang berupa melayani kebutuhan masyarakat selaku konsumen dimana untuk keperluan itu pihak produsen berupaya mengkombinasi berbagai faktor produksi sedemikian rupa untuk menghasilkan suatu produk yang dapat dikonsumsi oleh konsumsi. Pada saat sekarang ini gejala mengkonsumsi bermacam-macam produk telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat terutama dari kota-kota besar. Hal ini terlihat dari makin tingginya konsumsi produk mulai produk pakaian, makanan, minuman, kosmetika hingga produk otomotif seperti produk sepeda motor.
Perdagangan semua jenis dan merek sepeda motor dari Indonesia pada akhir tahun 2003 melonjak tajam dibandingkan angka penjualan setahun sebelumnya, yaitu meningkat sekitar 125 (Republika, 8 Januari 2004). Persaingan penjualan produk sepeda motor ini tidak hanya dilakukan oleh produsen sepeda motor buatan Jepang saja yang selama ini merajai pangsa pasar sepeda motor di Indonesia, tetapi yang dilakukan oleh produsen sepeda motor Cina, Taiwan dan Korea yang sepertinya selalu mengekor gerak-gerik produsen motor Jepang, terlihat dari beberapa merk motor produksi negara-negara tersebut sudah banyak berkeliaran dari jalan-jalan perkotaan dan pedesaan. Harus diakui, kebanyakan bentuk fisik dari produk sepeda motor mereka sangat mirip dengan pro totipe sepeda motor merek Astrea Grand atau Supra milik Honda dan beberapa mirip Suzuki Shogun. Pada tahap awal, semuanya masih mencoba memasarkan jenis bebek yang menurut survei para dealer lebih digemari karena praktis (Suara Merdeka, 21 Juli 2000).
Produsen dari sepeda motor dituntut untuk lebih dapat memperhitungkan kebutuhan dan motivasi apa saja yang mendasari perilaku konsumen, yang akan memungkinkan para pemasar untuk memahami dan meramalkan perilaku konsumen. Perilaku konsumen merupakan suatu proses yang muncul saat individu memilih, menggunakan dan membuang produk ataupun jasa untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya (Solomon, 1994). Peranan perilaku konsumen adalah penting, karena produsen akan mempunyai pandangan yang lebih luas dan akan mengetahui peluang baru yang berasal dari belum terpenuhinya kebutuhan konsumen, untuk keperluan tersebut, maka tahap pertama yang harus dipahami oleh para produsen adalah variabel-variabel apa saja yang mempengaruhi perilaku konsumen. Dalam hal ini yang penting untuk dipertahankan adalah faktor-faktor apa saja yang dapat menstimulir konsumen untuk membeli suatu barang (Susana, 2002).
Aspek penting dalam kualitas meliputi pertanyaan mengenai “Apakah suatu produk atau jasa tersebut memenuhi atau bahkan melebihi harapan pelanggan?” Konsep kualitas sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk atau jasa. Para pakar pun berbeda-beda dalam mendefinisikan kualitas, salah satunya adalah menurut Goetsch dan Davis (Diptono dan Diana, 2001) yang mendefinisikan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubngan dengan produk jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Adanya konsep tentang penilaian suatu kualitas produk lebih didasarkan dari terbentuknya persepsi seseorang terhadap produk tersebut. Sedangkan untuk persepsi terhadap kualitas produk sendiri dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan (Durianto, dkk, 2001). Karena persepsi terhadap kualitas merupakan persepsi dari pelanggan, maka tidak dapat ditentukan secara obyektif. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki kepentingan yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa.
Persepsi terhadap kualitas suatu produk perlu dinilai berdasarkan sekumpulan kriteria yang berbeda karena mengingat kepentingan dan keterlibatan konsumen berbeda-beda. Persepsi terhadap kualitas mencerminkan perasaan konsumen yang secara menyeluruh mengenai suatu merk. Dalam konsep perilaku konsumen persepsi terhadap kualitas dari seorang konsumen adalah hal yang sangat penting, produsen berlomba-lomba dengan berbagai cara untuk dapat menghasilkan suatu produk atau jasa yang bagus menurut konsumen (Parji, 1991).
Penulis memilih sepeda motor merk Honda dikarenakan selama ini sebagian masyarakat Indonesia menganggap bahwa kualitas dari motor Honda lebih baik apabila dibandingkan dengan produk sejenis lainnya, walaupun beberapa tahun belakangan ini tingkat penjualan motor Honda mengalami kekurangan. Hal tersebut dpaat terjadi dikarenakan pasaran motor yang semakin ketat dengan mulai banyak bermunculannya produk-produk sepeda motor baru seperti buatan China dan Korea dengan harga jual yang lebih murah, serta dengan model yang variatif. Hal ini juga diikuti oleh produsen-produsen dari Jepang dengan mengeluarkan motor “murah” untuk mengembalikan perhatian masyarakat yang sempat goyah, mereka juga mengeluarkan produk-produk baru dengan model dan corak yang menarik perhatian. Namun paling tidak pada saat ini sepeda motor Honda masih mampu bertahan dan daya tahan motor buatan Jepang ini masih terlihat hingga sepanjang tahun ini, keperkasaan Honda dikancah bisnis sepeda motor roda dua dari negeri ini masih belum tergoyahkan, baik bagi para pesaing sesama merk asal negeri Jepang maupun dengan pesaing dari negara China, Taiwan, Korea. Hal ini terbukti dengan market share yang dikuasai oleh Honda yang mencapai 57,4%. Mengenai masih besarnya arimo masyarakat terhadap produk sepeda motor Honda dikarenakan kualitasnya yang meyakinkan dan sudah lama digandrungi oleh masyarakat di Indonesia (Jawa Pos, Senin 14 Juli 2003).
Konsumen cenderung menilai kualitas suatu produk berdasarkan faktor-faktor yang mereka asosiasikan dengan produk tersebut. Faktor tersebut dapat bersifat instrinsik yaitu karakteristik produk seperti ukuran, warna, rasa atau aroma dan faktor ekstrinsik seperti harga, citra toko, citra merk dan pesan promosi. Apabila atribut-atribut yang terdapat dalam suatu produk itu sesuai dengan apa yang diinginkan konsumen maka ini akan menimbulkan minat membeli (Schiffman and Kanuk dalam Cahyono, 1990).
Minat membeli yang muncul pada seorang konsumen sering kali bukan hanya didasarkan pada pertimbangan kualitas dari produk atau jasa tersebut, tetapi ada dorongan-dorongan lain yang menimbulkan keputusan dalam pembelian suatu barang atau jasa seperti kebudayaan, kelas sosial, keluarga, pengalaman, kepribadian, sikap, kepercayaan diri, konsep diri dan sebagainya. Keputusan konsumen untuk membeli barang atau jasa, sering juga didasarkan atas pertimbangan yang irrasional, dalam artian karena barang tersebut akan dapat meningkatkan harga dirinya, supaya tidak ketinggalan jaman, dikagumi, dianggap sebagai kelas tertentu, dan sebagainya (Susana, 2002).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari permasalahan yang telah diuraikan di atas dan untuk memberikan arah yang jelas dari penelitian ini, maka dapat ditarik suatu rumusan masalah sebagai berikut :
“Apakah ada hubungan antara persepsi terhadap kualitas produk dengan minat membeli sepeda motor merk Honda?”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Apakah ada hubungan antara persepsi terhadap kualitas produk dengan minat membeli sepeda motor merk Honda.
2. Sumbangan efektif persepsi terhadap kualitas produk dengan minat membeli sepeda motor merk Honda pada konsumen.
3. Beberapa besar tingkat persepsi terhadap kualitas produk Honda pada diri seseorang konsumen.
4. Seberapa besar tingkat minat membeli konsumen.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi ilmu pengetahuan khususnya psikologi konsumen, yaitu untuk dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan berupa data empiris tentang hubungan antara persepsi terhadap kualitas produk dengan minat membeli.
2. Bagi produsen, membantu perusahaan untuk dapat lebih meningkatkan persepsi di masyarakat tentang kualitas produk mereka secara positif, sehingga diharapkan pembelian akan dilanjutkan dengan minat untuk pembelian ulang.
3. Bagi masyarakat atau konsumen, dimana pemahaman akan persepsi kualitas produk ini akan dapat membantu mereka berpikir tentang pembelian sepeda motor merk Honda, sehingga konsumen mengerti akan kualitas sepeda merk Honda yang akan mereka beli.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Minat Membeli
1. Pengertian Minat
Minat merupakan salah satu aspek psikologis yang mempunyai pengaruh cukup besar terhadap sikap perilaku dan minat juga merupakan sumber motivasi yang akan mengarahkan seseorang dalam melakukan apa yang mereka lakukan (Hurigck, 1978). Gunarso (1985), mengartikan bahwa minat adalah sesuatu yang pribadi dan berhubungan dengan sikap, individu yang berminat terhadap suatu obyek akan mempunyai kekuatan atau dorongan untuk melakukan seorangkaian tingkah laku untuk mendekati atau mendapatkan objek tersebut.
Woodworth dan Marquis (Sab’atun, 2001) berpendapat, minat merupakan suatu motif yang menyebabkan individu berhubungan secara aktif dengan obyek yang menarik baginya. Oleh karena itu minat dikatakan sebagai suatu dorongan untuk berhubungan dengan lingkungannya, kecenderungan untuk memeriksa, menyelidiki atau mengerjakan suatu aktivitas yang menarik baginya. Apabila individu menaruh minat terhadap sesuatu hal ini disebabkan obyek itu berguna untuk menenuhi kebutuhannya.
Kecenderungan seseorang untuk memberikan perhatian apabila disertai dengan perasaan suka atau sering disebut dengan minat (Rustan, 1988). Minat tersebut apabila sudah terbentuk pada diri seseorang maka cenderung menetap sepanjang obyek minat tersebut efektif baginya, sehingga apabila obyek minat tersebut tidak efektif lagi maka minatnya pun cenderung berubah. Pada dasarnya minat merupakan suatu sikap yang dapat membuat seseorang merasa senang terhadap obyek situasi ataupun ide-ide tertentu yang biasanya diikuti oleh perasaan senang dan kecenderungan untuk mencari obyek yang disenangi tersebut. Minat seeorang baik yang bersifat menetap atau yang bersifat sementara, dan berbagai sistem motivasi yang dominan merupakan faktor penentu internal yang benar-benar mendasar dalam mempengaruhi perhatiannya (Marx dalam Suntara, 1998).
The Liang Gie (1995) menyatakan bahwa minat merupakan landasan bagi konsentrasi dalam belajar, sedangkan Crow & Crow (Gie, 1995) menyatakan bahwa minat adalah dasar bagi tugas hidup untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Seseorang yang mempunyai minat terhadap sesuatu maka akan menampilkan suatu perhatian, perasaan dan sikap positif terhadap sesuatu hal tersebut. Eysenck, dkk (Ratnawati, 1992) mengemukakan bahwa minat merupakan suatu kecenderungan untuk bertingkah laku yang berorientasi pada obyek, kegiatan dan pengalaman tertentu, selanjutnya menjelaskan bahwa intensitas kecenderungan yang dimiliki seseorang berbeda dengan yang lainnya, mungkin lebih besar intensitasnya atau lebih kecil tergantung pada masing-masing orangnya.
Menurut Chaplin (1995) minat merupakan suatu sikap yang kekal, mengikutsertakan perhatian individu dalam memilih obyek yang dirasakan menarik bagi dirinya dan minat juga merupakan suatu keadaan dari motivasi yang mengarahkan tingkah laku pada tujuan tertentu. Sedangkan Witheringan (1985) menyataka bahwa minat merupakan kesadaran individu terhadap suatu obyek tertentu (benda, orang, situasi, masalah) yang mempunyai sangkut paut dengan dirinya. Minat dipandang sebagai reaksi yang sadar, karena itu kesadaran atau info tentang suatu obyek harus ada terlebih dahulu daripada datangnya minat terhadap obyek tersebut, cukup kalau individu merasa bahwa obyek tersebut menimbulkan perbeedaan bagi dirinya.
Dari beberapa uraian di atas, secara umum dapat diambil kesimpulan bahwa minat merupakan suatu kecenderungan seseorang untuk bertindak dan bertingkah laku terhadap obyek yang menarik perhatian disertai dengan perasaan senang.
2. Jenis-jenis minat
Sikap seorang konsumen terhadap minat dalam penelitian ini merupakan suatu sikap tindakan yang dilakukan oleh konsumen untuk memenuhi kebutuhan batinnya. Akan tetapi sikap seorang dalam jiwa seorang konsumen, Blum dan Balinsky (Sumarni, 2000) membedakan minat menjadi dua, yaitu :
a. Minat subyektif adalah perasaan senang atau tidak senang pada suatu obyek yang berdasar pada pengalaman.
b. Minat obyektif adalah suatu reaksi menerima atau menolak suatu obyek disekitarnya.
Jones (Handayani, 2000) membagi minat menjadi dua, yaitu :
a. Minat instrinsik yaitu minat yang berhubungan dengan aktivitas itu sendiri dan merupakan minat yang tampak nyata.
b. Minat ekstrinsik yaitu minat yang disertai dengan perasaan senang yang berhubungan dengan tujuan aktivitas.
Antara kedua minat tersebut seringkali sulit dipisahkan pada minat intrinsik kesenangan itu akan terus berlangsung dan dianjurkan meskipun tujuan sudah tercapai, sedangkan pada minat ekstrinsik kemungkinan bila tujuan tercapai, maka minat akan hilang.
Menurut Syamsudin (Lidyawati, 1998) minat terbagi menjadi dua jenis, yaitu :
a. Minat spontan, yaitu minat yang secara spontan timbul dengan sendirinya.
b. Minat dengan sengaja, yaitu minat yang timbul karena sengaja dibangkitkan melalui rangsangan yang sengaja dipergunakan untuk membangkitkannya.
Berdasarkan beberapa teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa minat terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu minat subyektif, minat obyektif, minat instrinsik, minat ekstrinsik, minat spontan dan juga minat dengan sengaja yang pada dasarnya kesemua jenis minat tersebut dapat timbul karena adanya rangsangan.
3. Pengertian minat membeli
Pemahaman terhadap perilaku konsumen tidak lepas dari minat membeli, karena minat membeli merupakan salah satu tahap yang pada subyek sebelum mengambil keputusan untuk membeli. Poerwadarminto (1991) mendefinisikan membeli adalah memperoleh sesuatu dengan membayar uang atau memperoleh sesuatu dengan pengorbanan, sehingga dengan mengacu pada pendapat di atas, minat membeli dapat diartikan sebagai suatu sikap senang terhadap suatu obyek yang membuat individu berusaha untuk mendapatkan obyek tersebut dengan cara membayarnya dengan uang atau dengan pengorbanan.
Engel dkk (1995) berpendapat bahwa minat membeli sebagai suatu kekuatan pendorong atau sebagai motif yang bersifat instrinsik yang mampu mendorong seseorang untuk menaruh perhatian secara spontan, wajar, mudah, tanpa paksaan dan selektif pada suatu produk untuk kemudian mengambil keputusan membeli. Hal ini dimungkinkan oleh adanya kesesuaian dengan kepentingan individu yang bersangkutan serta memberi kesenangan, kepuasan pada dirinya. Jadi sangatlah jelas bahwa minat membeli diartikan sebagai suatusikap menyukai yang ditujukan dengan kecenderungan untuk selalu membeli yang disesuaikan dengan kesenangan dan kepentingannya.
Menurut Markin (Suntara, 1998) minat membeli merupakan aktivitas psikis yang timbul karena adanya perasaan (afektif) dan pikiran (kognitif) terhadap suatu barang atau jasa yang diinginkan.
Berdasarkan uraian di atas maka pengertian membeli adalah pemusatan perhatian terhadap sesuatu yang disertai dengan perasaan senang terhadap barang tersebut, kemudian minat individu tersebut menimbulkan keinginan sehingga timbul perasaan yang meyakinkan bahwa barang tersebut mempunyai manfaat sehingga individu ingin memiliki barang tersebut dengan cara membayar atau menukar dengan uang.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi minat membeli
Minat membeli adalah suatu tahapan terjadinya keputusan untuk membeli suatu produk. Francesco (Susanto, 1977) menyatakan bahwa individu dalam mengambil keputusan untuk membeli suatu barang atau jasa ditentukan oleh dua faktor, yaitu :
a. Faktor luar atau faktor lingkungan yang mempengaruhi individu seperti lingkungan kantor, keluarga, lingkungan sekolah dan sebagainya.
b. Faktor dalam diri individu, seperti kepribadiannya sebagai calon konsumen.
Swastha dan Irawan (2001) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi minat membeli berhubungan dengan perasaan dan emosi, bila seseorang merasa senang dan puas dalam membeli barang atau jasa maka hal itu akan memperkuat minat membeli, kegagalan biasanya menghilangkan minat.
Super dan Crites (Lidyawatie, 1998) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi minat, yaitu :
a. Perbedaan pekerjaan, artinya dengan adanya perbedaan pekerjaan seseorang dapat diperkirakan minat terhadap tingkat pendidikan yang ingin dicapainya, aktivitas yang dilakukan, penggunaan waktu senggangnya, dan lain-lain.
b. Perbedaan sosial ekonomi, artinya seseorang yang mempunyai sosial ekonomi tinggi akan lebih mudah mencapai apa yang diinginkannya daripada yang mempunyai sosial ekonomi rendah.
c. Perbedaan hobi atau kegemaran, artinya bagaimana seseorang menggunakan waktu senggangnya
d. Perbedaan jenis kelamin, artinya minat wanita akan berbeda dengan minat pria, misalnya dalam pembelanjaan.
e. Perbedaan usia, artinya usia anak-anak, remaja, dewasa dan orangtua akan berbeda minatnya terhadap suatu barang, aktivitas benda dan seseorang.
Swastha (2000) mengatakan bahwa dalam membeli suatu barang, konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor di samping jenis barang, faktor demografi, dan ekonomi juga dipengaruhi oleh faktor psikologis seperti motif, sikap, keyakinan, minat, kepribadian, angan-angan dan sebagainya. Kotler (1999) mengemukakan bahwa perilaku membeli dipengaruhi oleh empat faktor utama, yaitu :
a. Budaya (culture, sub culture dan kelas ekonomi)
b. Sosial (kelompok acuan, keluarga serta peran dan status)
c. Pribadi (usia dan tahapan daur hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri).
d. Psikologis (motivasi, persepsi, belajar, kepercayaan dan sikap)
Schiffman dan Kanuk (Cahyono, 1990) mengatakan bahwa persepsi seesorang tentang kualitas produk akan berpengaruh terhadap minat membeli yang terdapat pada individu. Persepsi yang positif tentang kualitas produk akan merangsang timbulnya minat konsumen untuk membeli yang diikuti oleh perilaku pembelian.
Perilaku membeli timbul karena didahului oleh adanya minat membeli, minat untuk membeli muncul salah satunya disebabkan oleh persepsi yang didapatkan bahwa produk tersebut memiliki kualitas yang baik, dalam hal ini produk sepeda motor merk Honda, menimbulkan suatu perilaku membeli produk sepeda motor tersebut. Jadi, minat membeli dapat diamati sejak sebelum perilaku membeli timbul dari konsumen.
Berdasarkan uraian di atas maka aspek yang dipilih untuk diukur adalah aspek minat membeli dari Second dan Backman (Sab’atun, 2001) yaitu aspek kognitif, afektif dan konatif pada ketertarikan, keinginan, dan keyakinan dalam pengukuran minat membeli.
B. Persepsi terhadap Kualitas Produk
1. Pengertian Persepsi
Para konsumen tidak asal saja mengambil keputusan pembelian. Pembelian maerka sangat terpengaruh oleh sifat-sifat budaya, sosial, pribadi dan psikologis. Faktor-faktor psikologis di sini diantaranya adalah motivasi, belajar, persepsi, kepercayaan dan sikap (Kotler, 1999) persepsi merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengambilan keputusan pembelian. Persepsi merupakan suatu realitas yang ada pada diri seseorang (Simamora, 2001).
Rakhmat (1988) berpendapat bahwa persepsi merupakan pengalaman terhadap obyek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpan, informasi dan menafsirkan pesan. Selanjutnya dikatakan oleh Walgito (1997) bahwa persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh pengindraan, yaitu merupakan proses yang berwujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptor, yang diteruskan ke pusat susunan syaraf yaitu otak dan terjadilah proses psikologis, sehingga individu menyadari apa yang dilihat, didengar dan sebagainya. Hal itu dikuatkan oleh pendapat Davidoff (Walgito, 1994) yang mengataikan bahwa yang disebut persepsi yaitu suatu stimulus yang diindera oleh individu lalu diorganisasikan, kemudian diinterprestasikan, sehingga individu menyadari, mengerti apa yang diindera itu.
Menurut Sanmustari (Ratnawati, 1992) persepsi diartikan sebagai suatu proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh seorang individu. Kesan yang diterima sangat tergantung dari pengalaman-pengalaman yang diperoleh melalui proses berpikir dan belajar, serta faktor-faktor luar maupun dalam yang ada pada diri individu. Persepsi merupakan faktor yang menentukan terbentuknya sikap terhadap sesuatu maupun perilaku tertentu.
Wexley dan Yuki (1992) juga menambahkan bahwa yang dimaksud dengan persepsi adalah sebagian unit suatu rangsangankesadaran yang ada pada suatu peristiwa, dimana bagian ini diinterpretasikan sesuai dengan harapan, nilai-nilai serta keyakinan individu. David (Yamit, 2000) mengemukakan bahwa kualitas merupakan kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulokan bahwa persepsi adalah proses penginderaan, penafsiran, pengorganisasian dan penginterprestasikan terhadap suatu obyek, kejadian, informasi atau pengalaman yang mungkin dialami atau diterima individu yang kemudian diolah dan menimbulkan suatu reaksi.
2. Pengertian kualitas produk
Ahyari (1990) mengatakan bahwa kualitas produk merupakan jumlah dari atribut atau sifat-sifat sebagaimana didiskripsikan di dalam produk dan jasa yang bersangkutan. Dengan demikian termasuk dalam kualitas ini adalah daya tahan, kenyamanan pemakaian serta daya guna.
Kotler (Simamora, 2002) mengatakan bahwa kualitas merupakan totalitas fitur dan karakteristik yang yang mampu memuaskan kebutuhan, yang dinyatakan maupun tidak dinyatakan, kualitas mencakup pula daya tahan produk, kehandalan, ketepatan, kemudahan operasi dan perbaikan, serta atribut-atribut nilai lainnya. Beberapa atribut itu dapat diukur secara obyektif. Dari sudut pandangan pemasaran, kualitas harus diukur sehubungan dengan persepsi kualitas para pembeli.
Assauri (1998) mengatakan bahwa kualitas produk merupakan faktor-faktor yang terdapat dalam suatu barang atau hasil yang menyebabkan barang atau hasil tersebut sesuai dengan tujuan untuk apa barang atau hasil itu dimaksudkan.
Kata kualitas mempunyai arti bagi masing-masing individu, terutama pada tingkatan pasar. Assauri (1998) mengatakan bahwa kualitas produk merupakan faktor-faktor yang terdapat dalam suatu barang atau hasil yang menyebabkan barang atau hasil tersebut sesuai dengan tujuan untuk apa barang atau hasil itu dimaksudkan atau dibutuhkan. Yang dimaksud faktor-faktor adalah sifat-sifat yang dimiliki oleh barang tersebut, seperti wujudnya, komposisinya dan kekuatan. Kualitas produk yang ditetapkan oleh perusahaan adalah suatu keadaan produk yang terbaik, berguna untuk memuaskan konsumen, karena konsumen lebih mengetahui apakah produk tersebut dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas produk adalah bagaimana produk itu memiliki nilai yang dapat memuaskan konsumen baik secara fisik maupun secara psikologis yang menunjuk pada atribut atau sifat-sifat yang terdapat dalam suatu barang atau hasil.
3. Pengertian persepsi terhadap kualitas produk
Pada hakekatnya, setiap orang selalu melakukan persepsi terhadap hal-hal di sekitarnya. Hal-hal telah dipelajari sebeluknya atau pengalaman-pengalaman masa lalunya bersama dengan hal-hal dari luar individu yang baru saja dipelajari, ditambah dengan hal-hal lain, seperti sikap, harapan-harapan, fantasi, ingatan dan nilai-nilai yang dimiliki individu akan mempengaruhi persepsinya terhadap suatu obyek persepsi.
Simamora (2002) mengatakan bahwa yang terpenting dari kualitas produk adalah kualitas obyektif dan kualitas menurut persepsi konsumen (persepsi kualitas) yang terpenting adalah persepsi di mata konsumen.
Persepsi konsumen terhadap sesuatu hal ini kualitas suatu produk berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh konsumen, karena persepsi kualitas merupakan persepsi dari konsumen maka persepsi kualitas tidak dapat ditentukan secara obyektif. Persepsi konsumen akan melibatkan apa yang penting bagi konsumen sehingga akan membawa minat membeli yang berbeda pula. Melalui kemampuan mempersepsi obyek stimulus, seseorang memperoleh input berupa pengetahuan tentang kualitas suatu produk. Sehingga konsumen yang dihadapkan pada suatu produk akan merasa yakin dan tertarik terhadap kualitas dari suatu produk dan dapat pula digunakan dalam pengambilan keputusan (Wetley dan Yuki, 1992).
Persepsi terhadap kualitas produk didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan (Durlanto, Sugiarto & Sitinjak, 2001). Karena persepsi terhadap kualitas merupakan persepsi dari pelanggan, maka tidak dapat ditentukan secara obyektif. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting agar pelanggan karena setiap pelanggan memiliki kepentingan yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap kualitas produk adalah suatu proses yang terjadi dalam diri individu dalam memilih, menafsirkan, mengorganisasikan, menginterprestasikan, dan memberikan penilaian terhadap kualitas suatu produk apakah produk tersebut memuaskan atau tidak yang didasarkan pada pengalaman dan pengetahuannya.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap kualitas produk
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi individu terhadap suatu obyek. Faktor-faktor itu menyangkut faktor yang ada dalam diri individu dan faktor yang berhubungan dengan lingkungan individu. Faktor-faktor teknis dan timbul dalam diri individu yang mempengaruhi proses persepsi diantaranya faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuan (Mar’at, 1981). Kriteria-kriteria tersebut juga mempengaruhi persepsi konsumen terhadap kualitas produk yang akan mereka beli. Konsumen dapat mempunyai kesan-kesan tentang diri mereka sendiri maupun produk yang akan mereka beli, sehingga konsumen dapat mempersepsi produk yang akan dibeli dan melakukan keputusan pembelian.
Seseorang yang mendapat rangsangan siap untuk melakukan suatu perilaku tertentu. Bagaimana orang tersebut melakukannya dipengaruhi oleh persepsi terhadap situasi. Dua orang yang mendapat rangsangan yang sama dalam situasi yang sama mungkin bertindak lain, karena mereka memandang situasi dengan cara yang berbeda.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan lingkungan individu adalah usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, kelas sosial dan lokasi dimana konsumen berada juga mempengaruhi persepsi konsumen (Walters dan Paul dalam Orbandini, 1996). Faktor-faktor ini menyebabkan seseorang individu memiliki pengalaman yang berbeda dengan individu lainnya, sehingga berpengaruh pula pada caranya mempersepsi stimulus yang diterima. Faktor-faktor lain yang juga ikut mempengaruhi persepsi terhadap kualitas produk adalah harga dan merk.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap kualitas produk adalah harga, merk, pengalaman, suasana hati, usia, pendidikan dan pengetahuannya, pekerjaan, kelas sosial dan lokasi dimana konsumen itu berada.
5. Aspek untuk mengukur persepsi terhadap kualitas produk
Persepsi terhadap kualitas produk merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk yang berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh konsumen. Karena persepsi kualitas tidak dapat ditentukan secara obyektif. Persepsi konsumen akan melibatkan apa yang penting bagi konsumen, karena setiap konsumen memiliki kepentingan yang berbeda-beda terhadap suatu produk (Durianto, dkk, 2001).
Sehubungan dengan penelitian ini aspek-aspek untuk mengukur persepsi terhadap kualitas produk berdasarkan teori dari Rakhmat (1988) yang terdiri dari pengetahuan dan pengalaman. Sedangkan obyek yang dipersepsi adalah kualitas produk yang pengukurannya didasarkan pada dimensi kualitas produk dengan mengacu pada pendapat Garvin (Durianto dkk, 2001) yang mengatakan bahwa terdapat tujuh dimensi karakteristik yang digunakan oleh para konsumen dalam mempersepsi kualitas produk. Ketujuh dimensi karakteristik kualitas produktsb adalah :
1) Kinerja : melibatkan berbagai karakteristik operasional utama, misalnya karakteristik operasional mobil adalah kecepatan, akselerasi, sistem kemudi serta kenyamanan.
2) Pelayanan : mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada produk tersebut. Misalnya motor merk tertentu menyediakan bengkel pelayanan kerusakan atau service bergaransi
3) Ketahanan : mencerminkan umur ekonomis dari produk tsbn, atau beberapa lama produk dapat digunakan. Misal motor merk tertentu yang memposisikan dirinyta sebagai mobil tahan lama walau telah berumur di atas 5 tahun tetapi masih berfungsi dengan baik.
4) Keandalan : konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu pembelian ke pembelian berikutnya.
5) Karakteristik produk : bagian-bagian tambahan dari produk. Bagian-bagian tambahan ini memberi penekanan bahwa perusahaan memahami kebutuhan pelanggarannya yang dinamis sesuai perkembangan, yaitu menyangkut corak, rasa, penampilan, bau dan daya tarik produk.
6) Kesesuaian dengan spesifikasi : merupakan pandangan mengenai kualitas proses manufaktur (tidak ada cacat produk) sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji.
7) Hasil : mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam dimensi sebelumnya. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan hasil akhir produk yang baik maka kemungkinan produk tersebut tidak akan mempunyai atribut kualitas lain yang penting.
Martinich (Yamit, 2001) mengemukakan bahwa ada enam dimensi karakteristik yang digunakan oleh para konsumen dalam mempersepsi kualitas suatu produk. Keenam dimensi karakteristik kualitas produk tersebut adalah :
1) Performance : karakteristik operasi dasar dari suatu produk.
2) Range and type of features : kemampuan atau keistimewaan yang dimiliki produk.
3) Reliability and durability : kehandalan produk dalam penggunaan secara normal dan berapa lama produk dapat digunakan
4) Maintainability and serviceability : kemudahan untuk pengoperasian produk dan kemudahan pemakaian.
5) Sensory characteristics : penampilan, corak, rasa, daya tarik, bau, selera dan beberapa faktor lainnya yang mungkin terjadi aspek penting dalam kualitas.
6) Ethical profile and image : kualitas adalah bagian terbesar dari kesan pelanggan terhadap produk.
Dari aspek-aspek yang telah diterangkan di atas maka dipilih salah satu aspek yang dipakai, yaitu aspek persepsi terhadap kualitas produk oleh David A. Garvin (Durianto, dkk : 2001) yaitu dimensi persepsi terhadap kualitas produk terdiri dari kinerja, pelayanan, ketahanan, keandalan, karakteristik produk, kesesuaian dengan spesifikasi dan hasil yang didapatkan oleh konsumen.
C. Hubungan antara Persepsi terhadap Kualitas Produk
dengan Minat Membeli
Individu dalam membeli produk selalu menginginkan untuk mendapatkan produk yang baik dan berkualitas. Selama ini persepsi konsumen terhadap kualitas suatu produk masih diwarnai keragu-raguan. Ini disebabkan karena konsumen hanya mendapat sedikit informasi yang obyektif dari produsen atau pemasar. Seseorang yang telah melihat dan mendengar kualitas suatu produk tentu telah mempunyai sikap dan keyakinan terhadap produk. Hal ini tentunya akan mempengaruhi perilaku yang dimilikinya berkaitan dengan stimuli yang diterimanya. Dengan kata lain terdapat rangsangan pada diri individu yang mendorongnya berperilaku sesuai dengan obyek stimuli yang diterimanya.
Persepsi terhadap kualitas suatu produk didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan (Durianto, dkk, 2001). Karena persepsi terhadap kualitas merupakan persepsi dari pelanggan, maka tidak dapat ditentukan secara obyektif. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki kepentingan yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa.
Sesuai dengan pendapat Kotler (1999) yang mengatakan bahwa para konsumen tidak asal saja mengambil keputusan pembelian. Pembelian konsumen sangat terpengaruh oleh sifat-sifat budaya, sosial, pribadi dan psikologi. Faktor-faktor psikologi dari sini diantaranya adalah motivasi, belajar, persepsi, kepercayaan dan sikap. Persepsi merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengambilan keputusan.
Minat merupakan sesuatu hal yang penting, karena minat merupakan suatu kondisi yang mendahului sebelum individu mempertimbangkan atau membuat keputusan untuk membeli suatu barang, sehingga minat membeli merupakan sesuatu hal yang harus diperhatikan oleh para produsen atau penjual. Susanto (1997) mengatakan bahwa individu yang mempunyai minat membeli, menunjukkan adanya perhatian dan rasa senang terhadap barang tersebut. Adanya minat individu ini menimbulkan keinginan, sehingga timbul perasaan yang menyakinkan dirinya bahra barang tersebut mempunyai manfaat bagi dirinya dan apa yang menjadi minat indibidu ini dapat diikuti oleh suatu keputusan yang akhirnya menimbulkan realisasi berupa perilaku membeli. Seperti diketahui, persepsi terhadap kualitas produk pada tiap-tiap orang berbeda, sehingga akan membawa minat membeli yang berbeda pula. Persepsi seseorang tentang kualitas suatu produk akan berpengaruh terhadap minat membeli yang terdapat pada individu. Persepsi yang positif tentang kualitas produk akan merangsang timbulnya minat konsumen untuk membeli yang diikuti oleh perilaku pembelian. Konsumen cenderung menilai kualitas suatu produk berdasar faktor-faktor yang mereka asosiasikan dengan produk tersebut. Faktor tersebut dapat bersifat intrinsik yaitu karakteristik produk seperti ukuran, warna, rasa atau aroma dan faktor ekstrinsik seperti harga, citra toko, citra merk dan pesan promosi. Apabila atribut-atribut yang terdapat dalam suatu produk itu sesuai dengan apa yang diinginkan konsumen, maka ini akan menimbulkan minat membeli (Schiffman and Kanuk dalam Cahyono, 1990).
Produsen sebagai pembuat suatu produk, pastilah memiliki harapan agar produk yang dihasilkannya dapat laku dipasaran. Tetapi bagaimanakah sikap dari konsumen sendiri terhadap barang tersebut, apakah mereka akan memandang barang tersebut sebagai barang yang bagus, menarik, tahan lama ataukah barang tersebut jelek, tidak menarik, mudah rusak dan sebagainya yang diharapkan dari apa yang telah didengar atau dilihat oleh masyarakat itu dapat menimbulkan minat mereka untuk mengetahui lebih lanjut tentang kualitas barang tersebut secara langsung. Sehingga, berangkat dari minat tersebut mereka dapat sekedar mencoba apa yang ditawarkan, yang nantinya menimbulkan keinginan dari diri konsumen untuk ingin memiliki, terutama bila minat membeli menempatkan persepsi terhadap kualitas suatu produk sebagai faktor yang penting dalam membuat keputusan.
D. Hipotesis
Berdasarkan semua uraian yang telah penulis kemukakan, maka hipotesis yang ingin penulis ajukan adalah : “
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam suatu penelitian, penentuan metode penelitian adalah hal yang sangat penting karena hal ini sangat menentukan benar atau salahnya pengambilan data dan kesimpulan dari hasil suatu penelitian. Dalam hal ini metode merupakan cara yang utama yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan penelitian dengan menggunakan teknik serta alat analisa tertentu, maka langkah-langkah yang harus ditempuh hendaknya harus sesuai dengan masalah yang dikemukakan. Hadi (2000) mengatakan bahwa kesalahan yang dilakukan dalam menentukan metode akan mengakibatkan kesalahan dalam pengambilan keputusan, sebaliknya semakin tepat metode yang digunakan diharapkan semakin baik pula hasil yang diperoleh.
Dalam bab ini masalah-masalah yang akan dibahas berkenaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah :
A. Identifikasi variabel penelitian
B. Definisi operasional variabel penelitian
C. Subyek penelitian
D. Metode pengumpulan data
E. Validitas dan reliabilitas
F. Metode analisis data
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan target utama penelitian, sebelum data-data penelitian dikumpulkan, maka terlebih dahulu perlu merinci fungsi-fungsi variabel yang diangkat dalam penelitian. Hal ini akan berguna dalam menentukan rancangan yang akan dipakai (Hadi, 2000). Adapun variabel-variabel yang akan diangkat berkenaan dengan penelitian ini adalah :
1. Variabel bebas : persepsi terhadap kualitas produk
2. Variabel tergantung : minat membeli
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi variabel penelitian adalah penegasan arti dari konstruksi atau variabel yang dinyatakan dengan cara tertentu (Azwar, 1997). Definisi operasional ini dimaksudkan untuk menghindari kesalahpahaman mengenai data yang akan dikumpulkan dan menghindari kesesatan dalam menentukan alat pengumpulan data serta berfungsi untuk mengetahui bagaimana suatu variabel di ukur. Definisi operasional penelitian ini adalah :
1. Persepsi terhadap kualitas produk
Persepsi terhadap kualitas produk adalah suatu proses yang terjadi dalam diri individu dalam memilih, menafsirkan, mengorganisasikan, menginterprestasikan, dan memberikan penilaian terhadap kualitas suatu produk apakah produk tersebut memuaskan atau tidak yang didasarkan pada pengalaman dan pengetahuannya.
Persepsi terhadap kualitas produk dalam penelitian ini diungkap dengan menggunakan skala persepsi terhadap kualitas produk yang dibuat oleh peneliti dan didasarkan pada aspek-aspek persepsi terhadap kualitas produk dari Durianto dkk (2001) : adapun aspek-aspek yang diungkap dalam skala persepsi terhadap kualitas produk ini antara lain : a) kinerja, b) pelayanan, c) ketahanan, d) keandalan, e) karakteristik produk, f0 kesesuaian dengan spesifikasi, dan g) hasil yang didapatkan oleh konsumen.
2. Minat membeli
Minat membeli adalah pemusatan perhatian terhadap sesuatu yang disertai dengan perasaan senang terhadap barang tersebut, kemudian minat individu tersebut menimbulkan keinginan sehingga timbul perasaan yang meyakinkan bahwa barang tersebut mempunyai manfaat sehingga individu ingin memiliki barang tersebut dengan cara membayar atau menukar dengan uang.
Minat membeli ini diungkap melalui skala minat membeli yang dibuat oleh peneliti, yang disusun berdasaskan aspek-aspek minat membeli yang dikemukakan oleh Second dan Backman (Sab’atun, 2001) yang antara lain terdiri dari aspek-aspek sebagai berikut : a) aspek kognitif, b) aspek afektif, dan c) aspek konatif.
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengumpulan Sampel
1. Populasi
Adalah keseluruhan individu yang ingin diselidiki dan paling sedikit mempunyai satu ciri atau sifat yang sama dan untuk siapa kenyataan yang diperoleh digeneralisasikan (Hadi, 2000). Individu yang ingin diselidiki paling sedikit mempunyai suatu ciri atau sifat yang sama. Tujuan ditetapkannya populasi adalah untuk menghindari kesalahan generalisasi kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bertempat tinggal di daerah Banaran, Kabupaten Sragen yang berjumlah 250 orang.
2. Sampel
Merupakan bagian dari populasi yang dijadikan subyek penelitian (Hadi, 2000). Wakil atau sampel inilah yang akan diteliti dan dikenai perilaku untuk diambil kesimpulan terhadap populasi. Oleh karena itu sampel yang digunakan haryus representatif, yaitu sampel yang benar-benar mencerminkan populasinya (Suryabrata, 1990). Digunakannya sampel dalam suatu penelitian terutama didasarkan pada berbagai pertimbangan, yaitu :
a. Sering kali tidak mungkin mengamati seluruh populasi
b. Pengamatan terhadap seluruh anggota populasi dapat bersifat merusak
c. Menghemat waktu, biaya dan tenaga
d. Mampu memberikan informasi yang lebih menyeluruh dan mendalam (Durianto, dkk, 2001).
Jenis sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah incidental sampling, yaitu hanya sampel-sampel yang dapat dijumpai oleh peneliti saja yang dijadikan subjek penelitian (Hadi, 2000), yaitu di sebagian masyarakat, daerah Banaran, Kabupaten Sragen dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Tercatat sebagai anggota masyarakat, daerah Banaran Kabupaten Sragen.
b. Berusia 17 tahun ke atas
3. Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah incidental sampling yaitu teknik pengambilan sampel dimana kelompok subyek yang diambil secara kebetulan pada saat ditemui (Hadi, 2000).
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini diperoleh dengan melakukan pengukuran terhadap subyek penelitian. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala psikologi yang terdiri dari skala persepsi terhadap kualitas produk dan skala minat memebli yang dibuat sendiri oleh peneliti.
Penggunaan skala pada penelitian ini didasarkan atas karakteristik skala sebagai alat ukur psikologi yang dikemukakan oleh Azwar (1999), yaitu :
1. Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur, melainkan indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan.
2. Atribut psikologis yang diungkap secara tidak langsung lewat indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem.
3. Respon subyek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban “benar” atau “salah. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh.
1. Skala persepsi terhadap kualitas produk
Persepsi terhadap kualitas dalam penelitian ini diungkap dengan menggunakan skala persepsi terhadap kualitas produk yang dibuat oleh peneliti yang didasarkan pada aspek-aspek persepsi terhadap kualitas produk oleh David A. Garvin (Durianto dkk, 2001). Adapun aspek-aspek yang diungkap dalam skala persepsi terhadap kualitas produk ini antara lain : a) kinerja, b) pelayanan, c) ketahanan, d) keandalan, e) karakteristik produk, f) kesesuaian dengan spesifikasi dan g) hasil.
Skala persepsi terhadap kualitas produk ini bentuk pertanyaannmya bersifat tertutup, artinya subjek hanya memilih satu diantara beberapa alternatif jawaban yang disediakan yang sesuai dengan keadaan dirinya, dengan memberikan tanda silang. Pilihan jawaban yang dipergunakan jumlahnya genap dan setiap jawaban mengandung butir favourable dan unvafourable.
Sistem penilaiannya dengan menggunakan skala Hadi (2000), dimana pilihan jawaban yang dipergunakan jumlahnya genap. Penilaian jawaban yang tersedia tiap-tiap aitem terdiri dari empat alternatif jawaban yang penyebaran skor intervalnya berjarak sama yaitu bergerak dari satu sampai empat. Subyek hanya memilih satu diantara empat alternatif jawaban yang disediakan dengan cara memberi tanda silang sesuai dengan keadaan subyek dan setiap jawaban mengandung butir favourable dan butir unfavourable. Syarat pemberian jawaban tersebut adalah :
Skor untuk aitem yang bersifat favourable adalah :
Sangat Sesuai (SS) : skor nilai 4
Sesuai (S) : skor nilai 3
Tidak (T) : skor nilai 2
Sangat Tidak Sesuai (STS) : Skor nilai 1
Selanjutnya untuk pertanyaan yang bersifat unfavourable adalah :
Sangat Sesuai (SS) : skor nilai 1
Sesuai (S) : skor nilai 2
Tidak (T) : skor nilai 3
Sangt Tidak Sesuai (STS) : Skor nilai 4
2. Skala minat membeli
Skala minat membeli ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar minat membeli yang ada pada diri seseorang. Skala minat membeli ini dibuat sendiri oleh peneliti, yang disusun berdasarkan aspek-aspek minat membeli yang dikemukakan oleh Second dan Backman (Sab’atun, 2001) yang antara lain terdiri dari aspek-aspek sebagai berikut : a) aspek kognitif, b) aspek konatif, c) aspek afektif.
Dalam penelitian ini subyek diminta untuk memilih salah satu jawaban dari empat alternatif jawaban yang telah disediakan yang sesuai dengan keadaan dirinya.
Penilaian jawaban mempunyai penyebaran skor yang intervalnya berjarak sama yaitu bergerak dari satu sampai empat, dan setiap jawaban mengandung butir favourable dan butir unfavourable. Syarat pemberian jawaban tersebut adalah :
Skor untuk aitem yang bersifat favourable adalah :
Sangat Sesuai (SS) : skor nilai 4
Sesuai (S) : skor nilai 3
Tidak (T) : skor nilai 2
Sangat Tidak Sesuai (STS) : Skor nilai 1
Selanjutnya untuk pertanyaan yang bersifat unfavourable adalah :
Sangat Sesuai (SS) : skor nilai 1
Sesuai (S) : skor nilai 2
Tidak (T) : skor nilai 3
Sangt Tidak Sesuai (STS) : Skor nilai 4
E. Validitas Dan Reliabilitas
1. Validitas
Untuk mengetahui apakah skala psikologi mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya, diperlukan suatu pengujian validitas, karena aitem-aitem yang telah diseleksi berdasarkan koefisien aitem total akan mendukung reliabilitas skala, namun hal itu berarti bahwa skalanya akan valid dengan sendirinya.
Validitas didefinisikan sebagai sejauh mana ketepatan dan kecermatan skala dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2002). Artinya, sejauh mana skala itu mampu mengukur atribut yang ia rancang untuk mengukurnya. Pengujian validitas dilakukan terhadap alat ukur (skala) dengan menggunakan kriteria pembanding yang berasal dari alat ukur itu sendiri. Suatu test dapat dikatakan memiliki nilai validitas yang tinggi apabila test tersebut dapat menjalankan nilai validitas yang tinggi apabila test tersebut dapat menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang tepat dan akurat sesuai dengan tujuan dikenakannya test tersebut.
Teknik statistik yang digunakan untuk menguji validitas alat ukur adalah teknik korelasi product moment dari Pearson. Rumus yang digunakan :
keterangan :
rxy : koefisien korelasi antara skor aitem dengan skor total aitem
åx : jumlah skor aitem
åy : jumlah skor total aitem
åxy : jumlah perkalian antara skor aitem dengan skor total aitem
åx2 : jumlah kuadrat skor aitem
åy2 : jumlah kuadrat skor total aitem
n : jumlah subyek
2. Reliabilitas
Reliabilitas pada prinsipnya menunjukkan sejauh mana suatu pengukuran dapat memberikan hasil yang relatif tak berbeda apabila dilakukan pengukuran kembali terhadap subyek yang sama. Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan analisis varians dari Hoyt (Azwar, 2002). Adapun keuntungan pemakaian koefisien reliabel dari Hoyt ini adalah dapat dikenakan pada angket yang jumlah aitemnya genap maupun ganjil, dengan rumus sebagai berikut :
keterangan :
rtt : reliabilitas alat ukur
mke : mean kuadrat kesalahan
mks : mean kuadrat antar aitem
1 : bilangan konstan
F. Metode Analisis Data
Berdasarkan data yang telah terkumpul, hipotesis dan tujuan penelitian serta data yang telah ada, Suryabrata (1990) menjelaskan bahwa model statistik yang digunakan harus sesuai dengan rancangan peneliannya. Teknik yang dipakai dalam menganalisa data adalah teknik korelasi product moment. Sebagai alasan bahwa penelitian ini bertujuan untuk menguji korelasi antar dua variabel, yaitu persepsi terhadap kualitas produk sebagai variabel bebas dan minat membeli sebagai variabel tergantung. Syarat dari analisis product moment adalah :
- Hubungan antara variabel x dan variabel y merupakan hubungan yang linier atau garis lurus.
- Bentuk distribusi variabel x dan variabel y merupakan atau mendekati distribusi normal.
- Data yang digunakan adalah data interval (mempunyai jarak skala yang sama).
Rumus dari korelasi product moment dari Pearson yang digunakan :
keterangan :
rxy : koefisien korelasi antara persepsi terhadap kualitas dengan minat membeli
åx : jumlah skor aitem persepsi terhadap kualitas produk
åy : jumlah skor aitem minat membeli
åxy : jumlah perkalian antara persepsi terhadap kualitas dengan minat membeli
åx2 : jumlah kuadrat nilai persepsi terhadap kualitas
åy2 : jumlah kuadrat nilai minat membeli
n : jumlah subyek
DAFTAR PUSTAKA
Ahyari, A. 1990. Management Produksi. Yogyakarta : BPFE
As’ad, M. 1991. Psikologi Industri. Yogyarkata : Liberty
Assauri, S. 1998. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Revisi. Jakarta : LPFEUI
Azwar, S. 2002. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyarkarta : Pustaka Pelajar.
Cahyono. 1990. Studi Eksperimental : Pengaruh Pencantuman Merk terhadap Persepsi tentang Kualitas Susu Coklat pada Siswa-Siswi SMA N I Yogyarkata. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.
Chaplin. 1995. Kamus Lengkap Psikologi (Terjemahan Kartono K). Jakarta : Rajawali
Clindiff, E.W. Still, R.R. Govoni, N.R.P. 1988. Dasar-Dasar Marketing Modern (Terjemahan M.Manulang). Yogyarkarta : Liberty Offset.
Durianto, D. Sugiarto dan Sitinjak, T. 2001. Strategi Menaklukkan Pasar Riset Ekuistis dan Perilaku Merk. Jakarta : Gramedia.
Engel, James F. Blacwell, Roger D. Miniard, Paul W. 1995. Perilaku Konsumen. Jakarta : Bina Rupa Aksara.
Gunarso, S. 1985. Psikologi Remaja. Jakarta : Andi Offset
Handayani. 2000. Perilaku melayani ditinjau dari Minat Kerja dan Konsep Diri pada Perawatan Rumah Sakit. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta : Fakultas Psikologi UMS.
Hurlock, E.B. 1978. Child Development. Singapore : Mc. Graw – Hill Internasional Book Company.
Irawan, H. 2002. IQ prinsip Kepuasan Pelanggan. Jakarta : PT. Gramedia.
Jawa Pos. 2003. Honda Masih Perkasa. 14 Juli : Surabaya.
Kotler, P. 1999. Marketing Jilid I (Terjemahan Herujat; Purwoko). Jakarta : Erlangga
Lidyawati. 1998. Hubungan antara Intensitas Menonton Iklan di Televisi dengan Perilaku Konsumtif. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta : Fakultas Psikologi UMS.
Mar’at. 1981. Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya. Jakarta : Ghalia.
Nitisemito, A. 1993. Marketing. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Poerwodarminto. 1991. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Republika. 2004. Tahun 2004 Pasar Otomotif Kian Meriah : 8 Januari. Jakarta
Sab’atun, I. 2001. Minat Membeli Kosmetik Produk Luar Negeri Ditinjau dari Penerimaan Diri dan Dukungan Sosial Dikalangan Peragawati. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta : Fakultas Psikologi UMS.
Suara Merdeka. 2000. Merebaknya Motor Cina rata-rata terjual 300 unit per bulan : 21 Juli : Semarang.
Sumarni. 2000. Hubungan antara Minat Belajar dengan Kreativitas pad Remaja Putus Sekolah. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta : Fakultas Psikologi UMS.
Suntara. 1998. Hubungan antara Sikap Menonton Iklan Rinso di Televisi terhadap Minat Membeli pada Ibu-Ibu Kelurahan Sangkrah. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta : Fakultas Psikologi UMS.
Suryabrata, S. 1998. Metodologi Penelitian. Jakarta : Rajawali.
Swastha, B. Irawan, H. 2000. Manajement Pemasaran Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta : Liberty.
The Liang Gie. 1995. Cara Belajar yang Efisien. Jilid II ed. 4. Bandung : ITB.
Thoha, M. 1990. Perilaku Organisasi. Jakarta : Rajawali.
Walgito, B. 1997. Pengantar Psikologi Umum.