Sunday, June 7, 2009

Mengapa Lansia Sering Tiba-tiba Roboh

Roboh atau tiba-tiba jatuh merupakan penyakit yang sering terjadi dan dikeluhkan oleh para orang tua lanjut usia. Mereka tidak sadar bahwa hal itu tiba-tiba saja datang tanpa merasakan gejala sebelumnya.


Menurut dr. Probosuseno dari Subbagian Geriatri/SMF Penyakit Dalam Rumah Sakit Dr. Sardjito/FK UGM, roboh (fall) merupakan suatu masalah yang sering terjadi pada lanjut usia (lansia). Biasanya lansia yang roboh itu terjerembab (tergeletak di tanah atau pada tingkat yang lebih rendah) secara tidak disengaja.

Survei komunitas melaporkan, sekitar 30 persen lansia di atas 65 tahun pernah mengalami roboh setiap tahunnya dan separuhnya pernah roboh lebih dari sekali. Bahkan pada lanjut usia di atas 80 tahun, sekitar 50 persen pernah mengalami roboh. ''Walaupun tidak semua kejadian roboh mengakibatkan luka atau memerlukan perawatan, tetapi kejadian luka akibat roboh pun juga meningkat terutama pada usia di atas 85 tahun,'' ungkapnya.

Pada lansia yang roboh, sekitar lima persennya mengalami patah tulang, sekitar satu persen patah tulang paha, dan 5-11 persen mengalami luka berat. Luka merupakan penyebab kematian nomor lima pada lansia dan sebagian besar luka akibat roboh.
Di Amerika Serikat roboh merupakan penyebab kematian lansia kedua di tahun 1994. Kematian akibat roboh pada populasi lansia sekitar 75 persen, sedangkan pada populasi umum sebesar 12 persen.


Berbagai faktor risiko roboh pada lansia:

-

Faktor host (diri lansia).
Faktor-faktor yang menyebabkan roboh sangat komplek dan tergantung kondisi penderita/lansia. Di antaranya adanya disability, penyakit yang sedang diderita; perubahan-perubahan akibat proses penuaan (penurunan pendengaran, penurunan visus, penurunan mental, penurunan fungsi indra yang lain, lambatnya pergerakan, hidup sendiri) dan neuropati perifer. Neuropati perifer dapat dinilai dengan tes berdiri satu kaki selama 10 detik, bila gagal dalam tiga kali tes, sangat mungkin terdapat neuropati. Kondisi sakit, panas badan atau meningkatnya angka lekosit dan limfosit serta hemoglobin yang rendah juga meningkatkan risiko terjadinya roboh.

Menurut Probo, beberapa disability di antaranya, kelemahan paha, artritis, penyakit parkinson, kelemahan badan secara umum, gangguan keseimbangan dan gangguan berjalan, gangguan neuromuskular atau muskuloskeletal. Bila terdapat tiga disability, maka risiko roboh 100 persen, sedangkan tanpa disability mempunyai risiko roboh sekitar 12 persen per tahun.

-

Faktor aktivitas
Laki-laki dengan mobilitas tinggi, postur yang tidak stabil, mempunyai risiko roboh sebesar 4,5 kali dibandingkan dengan yang tidak aktif atau aktif, tetapi dengan postur yang stabil. Penelitian selama setahun terhadap 4.862 penderita yang dirawat di rumah sakit atau panti jompo, didapatkan penderita dengan risiko roboh paling tinggi adalah penderita aktif, dengan sedikit gangguan keseimbangan.

-

Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan, terutama yang belum dikenal mempunyai risiko terhadap roboh 22 persen. Roboh pada lingkungan yang sudah dikenal, (misalnya di rumah), lebih banyak disebabkan oleh faktor host (dirinya). Faktor lingkungan terdiri dari penerangan yang kurang, benda-benda di lantai (seperti tersandung karpet), peralatan rumah yang tidak stabil, tangga tanpa pagar, tempat tidur atau toilet yang terlalu rendah.

-

Faktor obat-obatan
Jumlah obat yang diminum merupakan faktor yang bermakna terhadap penderita. Empat obat atau lebih meningkatkan risiko jatuh. Roboh akibat terapi obat dinamakan roboh iatrogenik. Obat-obatan yang meningkatkan risiko jatuh, di antaranya obat golongan sedatif dan hip notik yang dapat mengganggu stabilitas postur tubuh, yang mengakibatkan efek samping menyerupai sindroma parkinson.

Obat-obatan lain yang menyebabkan hipotensi, hipoglikemi, mengganggu vestibular, menyebabkan neuropati hipotermi dan menyebabkan kebingungan. Transquilizer mayor (misalnya phenothiazine), antidepresan trisiklik, barbiturat, dan benzodiazepin kerja panjang juga meningkatkan risiko roboh.

Upaya pencegahan
Mencegah roboh pada lansia ada beberapa hal antara lain:

-

mengindentifikasi faktor risiko, penilaian keseimbangan, gaya berjalan serta mengatasi faktor lingkungan, diberikan latihan fleksibilitas gerakan, koordinasi keseimbangan.

-

Anggota keluarga dianjurkan agar mengunjungi penderita secara rutin, mengamati kemampuan dan keseimbangan jalan, berjalan bersama, dan membantu stabilitas.

-

Memperbaiki kondisi lingkungan yang dianggap tidak aman, misalnya pindahkan benda berbahaya, peralatan rumah dibuat yang aman (stabil, ketinggian disesuaikan, dibuat pegangan pada meja dan tangga).

-

Menanggapi adanya keluhan pusing, lemas atau penyakit yang baru. Jika keadaan lemah atau lemas tunda kegiatan jalan sampai kondisi memungkinkan. Pelan-pelan jika merubah posisi. Jika perlu pakai kaos kaki.

Selanjutnya Probo menjelaskan, terapi untuk roboh atau luka akibat roboh sama seperti perawatan luka pada umumnya. Hindari immobilisasi, saat akut obat-obatan dikurangi, pasien tidak aktif, disediakan pembantu, dan jika diperlukan physical therapist. Gangguan psikologis dan fungsional akibat roboh (seperti rasa takut roboh, penurunan aktivitas, penurunan percaya diri) lebih sulit diterapi.

Asesmen dan program rehabilitasi multidisipliner dapat memperbaiki rasa percaya diri penderita untuk mencapai aktivitas harian yang lebih baik. Di samping itu juga mengurangi rasa takut roboh dan meningkatkan aktivitas harian sampai mencapai level normal dan mengurangi faktor risiko secara aktif untuk mencegah trauma ulang.
Keberhasilan penyembuhan berhubungan dengan dukungan sosial.

Artikel Terkait

Mengapa Lansia Sering Tiba-tiba Roboh
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Dapatkan desain eksklusif gretis via email