Thursday, August 28, 2008

Orchestra







Hanya ada satu bahasa yang tak memerlukan terjemahan: musik! Musik adalah bahasa nurani yang menghubungkan pemahaman dan pengertian antarmanusia di sudut-sudut ruang dan waktu, di mana pun kita berada: "Without music, life would be an error," kata Nietzsche. Pujangga besar Jerman itu benar. Tapi error itu kini terjadi di mana-mana, justru ketika sebagian dari padanya, musik itu sendiri telah menjadi error. Kenyataan ini menunjukkan betapa erat dan lekatnya hubungan antara esensi musik dan sifat-sifat kemanusiaan dalam konteks humanitarian.

Musik adalah permainan waktu, dengan mengadopsi bunyi sebagai materi utama. Dengan begitu, musik adalah permainan waktu bersama bunyi. Dalam musik, waktu adalah ruang -- bunyi adalah substansi. Di dalam ruang waktu itulah bunyi bergerak, abadi dalam keberadaannya.

Prinsip utama musik adalah menciptakan celah-waktu, untuk membangun momen musikal bagi ”nasib” bunyi. Di tengah alam, ”nasib” ini seperti jatuhnya embun di atas daun, atau seperti menetesnya hujan dari atap bocor ke dalam ember.

Maka, secara konsepsional, musik adalah komposisi kontekstual berbagai momen musikal. Pemikiran atau pengolahan pemahaman tentang celah waktu -- dan saat bunyi dipermainkan inilah -- yang kemudian dikenal sebagai seni musik.

Dan karena tak ada satu bangsa pun di muka bumi yang tak mengenal permainan bunyi, maka tak ada satu bangsa pun yang tak mengenal seni musik. Setiap bangsa -- secara alamiah maupun dalam proses kebudayaannya, meski di sana-sini memiliki perbedaan cara bermain -- pada dasarnya sama menghargai kemampuan merekayasa bunyi.

Di dalam kebudayaan yang ”maju”, secara umum berkembanglah pemahaman ilmiah, bahwa musik adalah rekayasa komposisi bunyi. Dengan berbagai aturan di dalamnya: adanya bentuk (form), kerangka dasar (struktur), nada-nada dengan parameter kepastian tinggi-rendah suara atau sound pitch yang selalu dapat diulang dan dipindahsuarakan (transposisi) dalam ketepatan ukuran yang sama, ritme (irama), melodi (lagu), dan organisasi suara-suara nada (harmoni) dalam berbagai suasana dan watak bunyi) ( Hardjana, 2003).

Pengertian ini mengalami penerjemahan seiring persepsi budaya, politik, ideologi, agama, sampai acuan pandangan tentang tingkat prestasi peradaban dan kebudayaan suatu masyarakat, yang dalam keseharian berlainan tolok-ukurnya. Pengertian umum musik pun tidak lagi netral, tapi mengalami subyektivikasi, akibat rengkuhan berbagai pihak secara ideologis. Musik menjadi: klasik, jazz, blues, rock, pop, keroncong, dangdut, country, rap, R & B, gamelan Jawa, Minang, Bali, dangdut, campursari, dll.

Fenomena bermusik menyempit menjadi beragam genre bunyi-bunyian, yang sebagian mengutamakan komposisi nada, atau irama, atau melodi, atau organisasi harmoni bunyi yang khas. Yang semakin lama, dirasakan sebagai ”kendali” oleh para kreator musik yang merindukan kebebasan berekspresi. Maka, pengertian musik kembali ditinjau, seiring membesarnya hasrat mengembangkannya.

Di antaranya, pemahaman musik dikontraskan dengan pengertian ”bukan-musik”. ”Bukan-musik” adalah sembarang bunyi pada dirinya sendiri, misalnya: balon pecah, derit ban, teriakan anak, letusan pistol, keriuhan klakson, suara cempreng dinding seng dipukul, hingga auman dan gonggongan anjing saling menyalak di suatu pagi yang pikuk, dll. Sebagai bunyi, suara-suara ini muncul dan menyerbu pendengaran sebagai kenyataan pada dirinya sendiri.

Sementara sebagai musik, bunyi-bunyian telah menjadi kenyataan di luar dirinya, dalam sebuah komposisi nada yang sengaja ditata seorang komponis. Karenanya, pada musik tidak lagi ada bunyi pada dirinya sendiri, bunyi kebetulan, atau bunyi yang muncul dari ketidaksengajaan. Melainkan, semuanya berlangsung sebagai rekayasa rangkaian bunyi, dalam tangkapan irama, nada, tempo, dll., yang sudah ditentukan.

Dalam tataran ”klasik”, aturan musik di atas lebih mudah dikenali, karena pengenalan akan musik ditautkan langsung dengan (perpaduan) berbagai instrumen yang diterima secara universal sebagai penghasilnya: piano, gitar, trompet, saksofon, bas, biola, dll. Namun pengertian norma musik ”klasik” ini kemudian dianggap terlalu ”Barat”. ”Barat” dimaknai tidak saja secara geografis (baca: Eropa), melainkan juga kebudayaan dan peradaban keseharian masyarakat pengguna musik itu secara hirarkhis dan fungsional.

Maka, kebudayaan dan peradaban di luar ”Barat” kemudian mencari peluang melakukan pemaknaan musik secara lebih luas. Aturan musik tidak lagi diterima semata-mata sebagai komposisi bunyi, yang dihasilkan instrumen musik yang lazim, hasil budaya ”Barat” tersebut. Sebab, musik dan aturannya bisa saja diserap dari berbagai anasir kehidupan, di mana dan kapan saja, yang dapat menghasilkan ragam musik tersendiri; dan tentu saja, tidak harus ”Barat”.

Inilah masanya bagi kebangkitan musik etnik di berbagai penjuru dunia selain "Barat". Beragam rangkaian komposisi bunyi yang juga dihasilkan berbagai instrumen musik yang khas dan kaya. Musik etnik ini selanjutnya mendapatkan sambutan luar biasa sebagai kekayaan budaya. Peluang pengembangannya pun semakin terbuka. Berbagai "bunyi" keseharian kemudian ikut diperhitungkan sebagai unsur pemerkaya musik.

Misalnya: keheningan khas ditingkahi bunyi alat ronda tengah malam. Suara gelas pecah di restoran siang hari. Bunyi khas bedug sebelum azan. Keunikan suara seruling bambu si gembala senja hari. Peluit kereta api di kejauhan. Lenguh kerbau di tengah sawah. Ditambah berbagai bunyi-bunyian dari alat, atau benda-benda (dan berbagai makhluk) lainnya, yang dapat menghasilkan bunyi di luar instrumen ”Barat”.

Semua ini, sebagai rangkaian bunyi yang dinamis, semakin memperoleh eksistensinya sebagai anasir musik yang dapat diolah secara individual dan kolektif. Oleh para pelakon dan penikmatnya, karya seperti ini dinamai: musik eksperimental kontemporer.

Wednesday, August 27, 2008

Skripsi

Skripsi

HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN WAKTU DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA MAHASISWA YANG TELAH MENIKAH


Skripsi
Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan
Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1

Oleh :

ANANG PAMANGSAH
F 100 040 140

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2008


HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN WAKTU DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA MAHASISWA YANG TELAH MENIKAH


Disusun oleh :

Oleh:

ANANG PAMANGSAH
F 100 040 140


Telah disetujui untuk dipertahankan
dihadapan Dewan Penguji oleh :


Pembimbing Utama



Dra Partini M.Si Tanggal 1 Agustus 2008

Pembimbing Pembantu

Lisnawati Ruhaena M. Si. Psi Tanggal 1 Agustus 2008



HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN WAKTU DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA MAHASISWA YANG TELAH MENIKAH


Yang dipersiapkan dan disusun oleh :
ANANG PAMANGSAH
F 100 040 140


Telah dipertahankan di depan dewan penguji
Pada tanggal 1 Agustus 2008
dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Penguji Utama



Dra Partini M.Si ______________
Penguji pendamping I


Lisnawati Ruhaena M. Si. Psi _______________
Penguji pendamping II

Setiyo Purwanto, S.Psi,M.Si ______________

Surakarta, ¬¬1 Agustus 2008
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Fakultas Psikologi
Dekan,

(Susatyo Yuwono, S.Psi, M.Si)



MOTTO

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”
(Al Baqarah : 286)

“Imajinasi kita adalah satu-satunya batas untuk apa yang bisa kita harapkan dan kita miliki di masa depan”
(C. F. Kettering)

“Jika kamu berhasrat untuk meraih keberhasilan, jangan hanya memandang ke tangga tetapi belajarlah untuk menaiki tangga tersebut”
(Penulis)

PERSEMBAHAN


Karya sederhana ini penulis persembahkan kepada :

Orang-orang yang telah memberi kasih sayang dan cinta
Sehingga memberikan segala yang terbaik dalam langkah dan hidup penulis

Bapak, Ibu, yang telah memdidik penulis dengan cinta, air mata dan pengorbanan
Terima kasih atas kasih sayang yang kalian berikan
dan harapan yang terus kalian tanamkan

Saudara-saudara penulis yang tak mungkin penulis ingkari
Terima kasih untuk kebersamaan yang tulus selama ini



KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Penulis panjatkan puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta inayah-Nya kepada penulis hingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini dapat terwujud dan selesai dengan baik karena adanya bantuan dari berbagai macam pihak maka dari itu, dengan rendah hati penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Susatyo Yuwono, S.Psi., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah berkenan memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian demi terselesainya skripsi ini.
2. Ibu Partini, M.Si., selaku pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan serta motivasi selama pelaksanaan dan penulisan skripsi ini.
3. Ibu Lisnawati Ruhaena, M. Si. Psi selaku pembimbing pembantu dan pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta membimbing dan memotivasi selama pelaksanaan dan penulisan skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Psikologi UMS, yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis menimba ilmu, serta seluruh staf Adminitrasi Fakultas Psikologi yang telah membantu dalam kelancaran penulisan ini.
5. Seluruh staf dan karyawan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah membantu kelancaran penyelesaian studi penulis.
6. Yang selalu dekat dihati penulis, Mbak Anis, Mbak Aan, keponakanku Azil, trima kasih atas dorongan dan do’anya yang diberikan, dik Umul trimakasih segala cinta dan sayangnya.
7. Seluruh teman-taman Univaersitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang telah meluangkan waktunya untuk mengisi angket pada penelitian ini.
8. Sahabat-sahabatku tercinta, J’B, Anton, Anis, Wisnu, Anang “Talok”, Hafit, Robi, Simbah, Galih, Dafit, Yuslam, Pandu. Persahabatan tulus kita adalah kedamaian rasa,dan kesuksesan bagian hidup kita.
9. Teman-teman angkatan 2004 khususnya kelas C, serta teman seperjuangan Adit, Sinta, Putri, Dede, Novik, Agung, Ulil, Nuke, bersama kalian menjadi cerita kehidupanku.
10. Keluarga besar Teatar LUGU trima kasih atas keiklasannya menerima penulis menjadi bagian dari keluarga.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terimakasih atas doa dan dukungannya.
Selanjutnya penulis berdoa semoga amal baik bapak-ibu, saudara-saudari diterima Allah SWT dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bai penulis khususnya dan siapa saja yang terjun dalam dunia Psikologi.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surakarta, 2008


Penulis




HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN WAKTU DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA MAHASISWA YANG TALAH MENIKAH


ABSTRAKSI

Mahasiswa yang sudah menikah seringkali harus mengatur waktu antara tanggung jawab dalam keluarga dan tanggung jawab akan pendidikan. Hal ini dikarenakan seorang mahasiswa yang telah menikah harus mampu membagi waktu untuk bekerja, waktu untuk keluarga dan waktu untuk pendidikan. Dari sinilah muncul berbagai masalah yang menyebabkan konflik pada dirinya antara waktu untuk keluarga dan waktu untuk menyelesaikan studinya, sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi prestasi belajar.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara manajeman waktu dan dukungan dengan prestasi belajar pada mahasiwa yang talah menikah. Hipotesis yang diajukan adalah hubungan positif antara manajemen waktu dan dukungan sosial dengan prestasi belajar pada mahasiswa yang telah menikah. Subyek penelitian adalah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang berjumlah 70 orang. Teknik samplingnya adalah purposive sampling, sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi dua prediktor,
Hasil penelitian ini menunjukkan rerata empirik manajemen waktu sebesar 103,000 dan rerata hipotetik sebesar 100, yang berarti subjek penelitian memiliki tingkat manajemen waktu yang tergolong sedang. Rerata empirik dukungan sosial sebesar 141,386 dan rerata hipotetik sebesar 120, yang berarti dukungan sosial tergolong tinggi. Sedangkan rerata empirik prestasi belajar sebesar 2,997 termasuk pada kategori baik. Hasil analisis dengan menggunakan teknik analisis regresi dua prediktor diperoleh nilai R sebesar 0,450 dan Fregresi sebesar 8,500 dengan p < 0,01.
Kesimpulan dari hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang sangat signifikan antara manajemen waktu dan dukungan sosial dengan prestasi belajar. Semakin tinggi manajemen waktu dan dukungan sosial maka semakin tinggi prestasi belajar, sebaliknya semakin rendah manajemen waktu dan dukungan sosial maka semakin rendah perstasi belajarnya.

Kata kunci : manajemen waktu, dukungan sosial, prestasi belajar

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan manusia sepanjang rentang hidupnya, yaitu sejak dilahirkan hingga usia lanjut, terdapat tuntutan-tuntutan atau harapan-harapan masyarakat yang harus dikuasai oleh setiap orang (Harvighurst dalam Hurlock, 1994), dimana terdapat harapan sosial untuk setiap tahap perkembangan. Pada tahap ini setiap kelompok budaya mengharapkan anggotanya menguasai ketrampilan tertentu yang penting dan memperoleh pola perilaku yang disetujui pada berbagai usia sepanjang rentang kehidupan. Lebih lanjut (Harvighurst dalam Monks, 1992) mengatakan bahwa salah satu harapan masyarakat yang harus dikuasai oleh setiap orang dewasa adalah mencari pasangan hidup. Hal ini biasanya dimulai dengan berkenalan dengan lawan jenis hingga kemudian berpacaran dan akhirnya melanjutkan ke jenjang pernikahan. Namun pada kenyataannya orang yang sudah menikah seringkali timbul berbagai permasalahan apalagi menikah disaat masih kuliah akan lebih mudah timbul permasalahan-permasalahan baru, karena selain memikirkan keluarga juga harus memikirkan studinya.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan orang ingin melanjutkan pendidikan sampai ke perguruan tinggi. Faktor pertama karena gengsi, artinya apabila mereka kuliah dan mendapatkan gelar kesarjanaan mereka akan dipandang “keren” oleh orang lain dan akan mendapatkan status sosial yang tinggi dalam masyarakat. Faktor kedua adalah karena ilmu itu sendiri, seseorang ingin menuntut ilmu di perguruan tinggi karena ingin mendapatkan ilmu yang sebanyak banyaknya. Faktor ketiga adalah karena dorongan ingin mendapatkan pekerjaan dan kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki gelar.(Priyatno, 2001).
Belajar di perguruan tinggi tidak sama dengan belajar ditinggkat SLTA maupun SLTP dimana belajar di perguruan tinggi mahasiswa bebas diperbolehkan untuk menikah. Hasil polling dari Lembaga Swadaya Masyarakat Sahabat Anak Dan Remaja Indonesia (Sahara Indonesia) menyimpulkan bahwa 44,8 persen mahasiswa dan remaja Bandung telah menikah dan memiliki prestasi belajar yang bervariasi. (Pikiran Rakyat, 2004). Di Sulawesi Tenggara, pada tahun 2000 lalu, jumlah remaja yang menikah di usia dini mencapai 29,9 % (Badan Pusat Kesehatan, 2002). Sementara di Jakarta, pada tahun 1999 saja, hasil penelitian Dr. Boyke Dian Nugraha terhadap remaja yang datang ke Klinik Pasutri miliknya menunjukkan bahwa 18 persen diantara mereka adalah pasangan muda. Survey BKKBN (2003), menunjukkan bahwa jumlah remaja putri berusia 15 tahun yang menikah mencapai 7,5 persen dari seluruh jumlah remaja Indonesia yang ada saat ini (www.pikas.bkkbn.go.id, 2004). Umumnya karena alasan kebiasaan / adat setempat. Di beberapa daerah, masih ada anggapan bahwa semakin muda seorang remaja putri ‘berhasil’ dikawinkan oleh orang tuanya, berarti ia berkualitas karena mempunyai "nilai jual" yang tinggi. Namun tidak tertutup kemungkinan, juga karena alasan ekonomi. Biro Pusat Statistik (BPS). Menurut data tersebut pernikahan dini pada remaja perempuan masih berlanjut hingga dewasa ini dengan persentase: 46,5% perempuan menikah sebelum usia 18 tahun dan 21,5% sebelum mencapai usia 16 tahun. Sejumlah perempuan ini tidak kuasa menolak desakan orang tuanya untuk segera menikah, sekalipun diantara mereka belum mengalami menstruasi, tetapi karena faktor ekonomi, mereka harus dinikahkan.(www.jurnalperempuan.com, 2007)
Mahasiswa yang sudah menikah seringkali harus mengatur waktu antara tanggung jawab dalam keluarga dan tanggung jawab akan pendidikan. Hal ini dikarenakan seorang mahasiswa yang telah menikah harus mampu membagi waktu untuk bekerja, waktu untuk keluarga dan waktu untuk pendidikan. Dari sinilah muncul berbagai masalah yang menyebabkan konflik pada dirinya antara waktu untuk keluarga dan waktu untuk menyelesaikan studinya, sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi prestasi belajar. Setelah menikah permasalah-permasalah baru akan muncul, diantaranya bagaimana memahami pasangan hidup baru, bagaimana jika hamil dan melahirkan, bagaimana mendidik anak, bagaimana mencari rumah, apakah ikut mertua atau cari kontrakan, bagaimana bersikap kepada mertua, tetangga dan lain-lain, apalagi masih harus memikirkan pelajaran. Permasalahan yang timbul karena seseorang menikah ketika kuliah dapat berpengaruh terhadap prestasi belajarnya. Hal-hal inilah yang dapat mempengaruhi tingkat prestasi belajar pada mahasiswa yang telah menikah. Banyak mahasiswa yang telah menikah mempunyai prestasi balajar yang baik hal ini karena memiliki manajemen waktu dan dukungan sosial yang baik pula dari keluarga maupun pasangan hidup dan tidak sedikit pula mahasiswa yang telah menikah mempunyai prestasi belajar yang kurang baik, hal ini dangat dipengaruhi oleh manajemen waktu dan dukungan sosial dari pasangan hidup maupun keluarganya. Seperti halnya yang terjadi pada mahasiswa di Bandung, dari 44,8% mahasiswa yang telah menikah 5% memiliki prestasi balajar yang baik, hal tersebut dipengaruhi oleh dukungan dari pasangan hidup dan keluarganya (Pikiran Rakyat, 2004). Di Yogyakarta jumlah seluruh mahasiswa yang telah menikah baik di Universitas negeri maupun swasta keseluruhannya berjumlah 25.374 mahasiswa dan 13% memiliki prestasi belajar yang baik, hal itu dikarenakan adanya dukungan sosial yang dari keluarganya (http://asia.geocities.com ). Kurangnya dukungan sosial dari keluarga dan pengaturan waktu pada mahasiswa yang telah menikah sangat berpengaruh terhadap prestasi belajarnya, dari 87 mahasiswa yang telah menikah di Semarang 42 diantaranya memiliki prestasi belajar yang rendah (Kompas, 25 Februari 2008 ). Buletin Studia Edisi 068/Tahun ke-2, memberitakan 8 dari 10 mahasiswa yang telah menikah memiliki prestasi belajar yang rendah bahkan 3 diantaranya memutuskan untuk tidak meneruskan kuliahnya karena harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, rendahnya prestasi belajar dikarenakan setelah menikah timbul permasalahan-permasalahan baru dan mereka belum begitu siap dengan pemasalahan tersebut.
Menurut Crow dan Crow (1986) perstasi belajar seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu Pertama, faktor organisme, yakini faktor yang berhubungan dengan kesehatan dan fungsi alat indra individu; Kedua faktor psikologis, yakni aktivitas yang memberikan informasi pada individu untuk belajar dan berprestasi; Ketiga faktor lingkungan suasana dalam keluarga dan suasana di sekolah yang mempengaruhi secara psikologis terhadap proses individu secara keseluruhan. Nawawi (1991), yang mengatakan prestasi belajar adalah tingkatan keberhasilan mahasiswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu. Menurut Winkel (1987) belajar pada manusia dapat dirumuskan sebagai suatu aktifitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perbedaan dalam pengetahuan dan pemahaman. Aktivitas belajar bagi setiap individu tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar, kesulitan belajar tidak selamanya disebabkan faktor inteligensi yang rendah, akan tetapi juga disebabkan faktor non inteligensi faktor tersebut diantaranya menajemen waktu dan dukungan sosial baik dari keluarga maupun pasangan hidup. Proses belajar perlu adanya manajemen waktu yang tepat yakni perlu adanya manajemen waktu belajar yang efektif, dimana prinsip utama dari manajemen waktu secara efektif adalah pembagian waktu yang efektif untuk kegiatan-kegiatan yang meliputi: waktu untuk belajar, waktu untuk bekerja dan kegiatan sosial maupun waktu bagi diri sendiri untuk bersantai (Cristantie, 1997).
Manajemen waktu adalah mengelola diri sendiri. Sisi menarik disini adalah ketika kemampuan yang kita perlukan untuk mengatur aktivitas akademis sama dengan kemampuan yang diperlukan untuk mengatur diri sendiri. Yakni, kemampuan merencanakan, mendelegasikan, mengatur, dan mengontrol. Soeharsono (dalam Irianto,1990) mengemukakan bahwa waktu manusia sehari-hari dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu; waktu bekerja, waktu pemeliharaan diri dan waktu luang,waktu bekerja adalah waktu yang digunakan manusia untuk mencari nafkah agar dapat memenuhi kebutuhannya, sedangkan untuk remaja, waktu kerja dapat diidentikan dengan waktu belajar di sekolah. Waktu pemeliharaan diri adalah waktu untuk merawat diri agar dapat hidup dengan penampilan yang layak. Waktu luang adalah waktu di luar aktivitas bekerja atau belajar maupun pemeliharaan diri. Iman Mulyana (2004) memberikan pengertian manajemen waktu yaitu merupakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan produktivitas waktu. Menurut Taylor Dkk, (1997) Manajemen waktu adalah seperangkat kegiatan yang dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu secara efektif dan efisien dalam lingkungan yang berubah.
Pengelolaan waktu membutuhkan pendekatan manajemen risiko terhadap keputusan yang diambil. Banyak mahasiswa merasa kesulitan ketika harus berhadapan dengan suatu pilihan. Walaupun pada akhirnya ia menghindar dengan segala alasan. Untuk hal positif, banyak diantara mahasiswa mengorbankan waktu akademisnya untuk menjadi panitia suksesi suatu acara. Selain itu, banyak pula mahasiswa rela cuti kuliah demi kerja sampingan (part timer) dengan tujuan mendapatkan kompensasi setimpal. Ada juga mahasiswa yang sibuk berorganisasi dengan alasan untuk memperkaya pengalaman dan menambah wawasan. Tetapi banyak pula mahasiswa yang menghabiskan waktu untuk hal negatif. Seperti bergaul dan bercengkrama seharian penuh dengan sesama koleganya, bergadang di malam hari, dan bermain game. Hal tersebut merupakan realitas dinamika kehidupan mahasiswa yang tak bisa dipungkiri.
Peranan manajemen waktu sangat diperlukan dalam kegiatan belajar, karena menejemen waktu merupakan salah satu faktor intern yang mempengaruhi belajar. Manajemen waktu yang baik merupakan motor penggerak dan pendorong bagi individu untuk belajar, sehingga di dalam belajar individu akan lebih bersemangat dan tidak lekas bosan dengan materi pelajaran yang dipelajari dan seiring dengan hal itu dapat meningkatkan perstasi belajar.
Selain manajemen waktu yang efektif prestasi belajar dipengaruhi adanya dukungan sosial. Dukungan sosial dari pasangan hidup, keluarga dan masyarakat bisa meningkatkan prestasi belajar, dukungan sosial tersebut berupa pemberian hiburan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang akan diterima seseorang dari orang lain atau kelompoknya (Cobb, 1987). Dukungan sosial juga dapat diperoleh dengan pemberian semangat, kepercayaan, keyakinan, kesempatan untuk bercerita, meminta pertimbangan, bantuan maupun nasehat guna mengatasi permasalahan yang dihadapi.
Individu membutuhkan dukungan sosial untuk berbagai persoalan yang dihadapinya. Menurut Gottlieb (dalam Smet, 1994) dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal atau non verbal. Bantuan nyata yang diberikan karena keakraban dengan seseorang atau didapat karena kehadiran orang lain dapat mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi penerima. Thoist (1986) menyatakan dukungan sosial bersumber dari orang-orang tredekat yang memiliki hubungan yang berarti bagi individu. Menurut Fusiler (Heniati, 2002) dukungan sosial dapat menimbulkan penyesuaian yang baik dalam perkembangan kepribadian individu.
Dukungan sosial bisa didapatkan dari berbagai sumber. Menurut Goldberger dan Bernitz (Sukinah, 1999) dukungan sosial bersumber antara lain: orangtua, saudara kandung, anak-anak, kerabat, pasangan hidup, sahabat, rekan kerja, atau juga dari tetangga. Dukungan tersebut biasanya diinginkan dari orang-orang yang signifikan seperti keluarga, saudara, guru, dan teman, dimana memiliki derajat keterlibatan yang erat. Dukungan sosial merupakan pemberian hiburan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diterima seseorang dari orang lain atau kelompoknya. Individu yang menerima dukungan sosial juga tergantung pada susunan dan struktur jaringan sosial, bagaimana hubungan mereka dalam keluarga dan masyarakat. Hubungan ini dapat bervariasi dalam kuantitas dan kualitas, sehingga faktor-faktor tersebut dapat berpengaruh terhadap perstasi belajar mahasiswa.
Dengan dukungan sosial dari pasangan hidup, keluarga dan masyarakat yang tinggi diharapkan individu dapat mencapai prestasi belajar yang optimal. Selain itu individu diharapkan mempunyai manajemen waktu yang baik dan didasari pemikiran bahwa dengan membiasakan diri mendahulukan melakukan hal-hal yang lebih penting akan memberi dampak terhadap perkembangan pribadi, kehidupan sosial dan perstasi belajarnya. Sebagai mahasiswa yang telah menikah diperlukan manajemen waktu dan dukungan sosial yang baik yang dapat menimbulkan motivasi untuk berprestasi lebih baik lagi. Tetapi kenyataannya mahasiswa yang telah menikah kurang mendapatkan dukungan, baik dukungan dari keluarga maupun lingkungannya untuk menyelesaikan perkuliahannya sehingga perkuliahannya kurang diperhatikan dan lebih memfokuskan pada keluarganya dan pasangan hidupnya. Karena kurangnya dukungan sosial maka berpengaruh juga terhadap manajemen waktunya, apabila manajemen waktu tidak teratur, maka aktifitas yang akan dilakukan kurang terarah dan kurang optimal, sehingga prestasi belajanya menurun.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam keterkaitan antara menejemen waktu dan dukungan sosisal dengan prestasi belajar pada mahasiswa yang telah menikah. Dengan permasalahan di atas, penulis memperoleh rumusan permasalahan yaitu apakah ada hubungan antara menejemen waktu dan dukungan sosial dengan prestasi belajar pada mahasiswa yang telah menikah?. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti mengambil judul penelitian ”Hubungan Antara Menejemen Waktu dan Dukungan Sosial dengan Prestasi Belajar pada Mahasiswa yang Telah Menikah”.

B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Hubungan antara menejemen waktu dan dukungan sosial dengan prestasi belajar pada mahasiswa yang telah menikah.
2. Hubungan antara menejemen waktu dan prestasi belajar pada mahasiswa yang telah menikah.
3. Hubungan antara dukungan sosial dengan prestasi belajar pada mahasiswa yang telah menikah.

C. Manfaat Penelitian
Hasil penalitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Bagi subjek, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi sejauhmana keterkaitan menejemen waktu dan dukungan sosial dengan prestasi belajar pada mahasiswa yang telah menikah, sehingga dapat di jadikan masukan dalam lehidupan sehari-hari untuk dapat melakukan perubahan kearah yang lebih baik dan dapat meningkatkan prestasi balajarnya selama masa perkuliahan.
2. Bagi pasangan hidup dan keluarga, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dalam rangka pemberian dukungan untuk meningkatkan prestasi belajar pada subjek.
3. Bagi mahasiswa yang belum menikah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang manajemen waktu dan kondisi prestasi belajar serta dukungan sosial yang diperlukan pada mahasiswa yang sudah menikah, sehingga dapat di jadikan masukan dan bahan pertimbangan apabila ingin menikah ketika masih kuliah.
4. Bagi peneliti lain, dapat digunakan sebagai perbandingan dalam metode yang digunakan maupun hasil penelitiannya untuk melakukan penelitian dengan tema yang sama.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Prestasi Belajar
1. Pengertian prestasi belajar
Cronbach (Utami, 1984) dalam bukunya yang berjudul “Educational Psychology” menyatakan: Belajar ditujukan oleh adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman. Kingsley and Gorry (Utami, 1984) mengemukakan “learning is the process by which behavior (in the broader sense) is originated or change trought practise or training”, yang maksudnya adalah belajar sebagai proses yang mengubah tingkah laku seseorang (dalam arti luas) melalui kegiatan praktek dan latihan. Jadi belajar dipandang sebagai proses yang menghasilkan tingkah laku manusia. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.
Seseorang dikatakan belajar apabila dapat melakukan sesuatu dengan cara latihan-latihan sehingga yang bersangkutan menjadi berubah (Hilgrad dalam Suryabrata, 1984). Belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar. Perubahan tersebut pada pokoknya adalah didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan perubahan tersebut terjadi karena ada usaha (Suryabrata, 1984).
Masrun dan Martaniah (1974) memberikan pengertian belajar sebagai proses perubahan yang dapat diamati tetapi juga perubahan yang tidak dapat diamati. Perubahan itu bukannya yang negatif tetapi perubahan yang positif, yaitu perubahan yang menuju ke arah kemajuan atau ke arah perbaikan.
Prestasi belajar bagi mahasiswa sangat penting karena prestasi belajar merupakan suatu gambaran tingkat keberhasilan dari kegiatan selama mengikuti suatu pelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Nawawi (1991), yang mengatakan prestasi belajar adalah tingkatan keberhasilan mahasiswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu.
Prestasi belajar menurut Poerwadarminto (1987), adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang. Sedangkan prestasi belajar itu sendiri diartikan sebagai perstasi yang dicapai oleh seseorang siswa pada jangka waktu tertentu dan dalam buku rapor sekolah.
Wirawan (1986), mendefinisikan perstasi belajar sebagai hasil yang dicapai seseorang siswa dalam usaha belajarnya sebagimana tercantum dalam nilai rapornya. Perstasi belajar juga sering dikatakan sebagai hasil perbuatan belajar yang melukiskan taraf kemampuan seseorang setelah ia belajar dan berlatih dengan sengaja, sehingga menimbulkan perubahan tingkahlaku ke arah yang lebih maju.
Prestasi belajar merupakan suatu tingkatan penguasaan yang dicapai oleh mahasiswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Definisi ini hampir sama dengan yang diungkapkan Noelaka (1986), yang menyatakan bahwa prestasi belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh mahasiswa dalam kegiatan proses belajar mengajar.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah suatu kecakapan baru yang diperoleh seseorang sebagai atribut latihan pengalaman belajar sebelumnya, yang ditunjukkan dengan hasil tindakan yang mencerminkan penguasaan materi yang sudah diberikan, yang ditentukan melalui pengukuran dan penilaian.
2. Aspek-aspek minat belajar
Wingkel (1989) menyatakan bahwa aspek-aspek minat belajar dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Keterkaitan, merupakan rasa keterkaitan yang disadari rasa senang dalam belajar.
b. Perhatian, merupakan pemusan pikiran dalam belajar atau mempelajari sesuatu.
c. Konsentrasi, merupakan pemusatan perhatian pada belajar.
Menurut Bruner (dalam Masnur, dkk, 1987) aspek minat belajar antara lain:
a. Dorongan ingin tahu, yaitu dorongan rasa ingintahu dalam proses belajar .
b. Dorongan ingin berhasil, yaitu keinginan untuk mencapai suatu hasil yang lebih baik.
c. Dorongan untuk bekerja sama, yaitu keinginan untuk lebih terlibat dalam proses belajar.
Selain beberapa hal di atas, di tambahkan beberapa pendapat berdasarkan pendapat para ahli maka aspek minat belajar dapat di kelompokkan menjadi beberapa macam yaitu:
a. Kesadaran, menurut Wiherington (1985) menyatakan bahwa minat adalah kesadaran seseorang terhadap suatu soal atau situasi yang mengandung sangkut pautnya dengan dirinya. Sehingga kesadaran seseorang terhadap suatu yang berbeda disekitarnya akan menimbulkan minat terhadap yang di hadapinya.
b. Kesenangan. Menurut Slameto (1995) minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh, sehingga pada dasarnya minat adalah adanya rasa senang pada dirinya karena pengaruh suatu dari luar. Semakin kuat atau besar pengaruhnya semakin kuat minat tersebut
c. Perhatian. Menurut Hilgard (dalam Slameto, 1995) mengemukakan bahwa minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan atau seseorang akan senantiasa memperhatikan terus menerus terhadap sesuatu yang diamati dengan diikuti rasa senang.
d. Kemauan. Menurut Kartono (1990) menyatakan bahwa kemauan yang dimaksutkan sebagai dorongan kehendak yang terarah pada suatu tujuan hidup tertentu dan dipertimbangkan oleh akal budi. Kemauan merupakan dorongan keinginan pada manusia ujntuk merealisasikan dirinya, dalam rangaka mengembangkan bakat dan kemauhan untuk mencapai tujuan yang diinginkannya.
Dari pengertian diatas dapt disimpulkan bahwa aspek-aspek minat belajar adalah dorongan ingin tahu, dorongan ingin berhasil, dorongan bekerja sama, perhatian, rasa tertarik, konsentrasi kesadaran, kesenangan, perhatian, dan kemauhan.
3. Macam-macam tes prestasi belajar
Pada dunia pendidikan, pengukuran prestasi belajar sangat diperlukan, karena dengan diketahui prestasi mahasiswa maka diketahui pula kemampuan dan keberhasilan mahasiswa dalam belajar. Untuk mengetahui prestasi belajar dapat dilakukan dengan cara memberikan penilaian atau evaluasi, dengan tujuan supaya mahasiswa mengalami perubahan positif. Penilaian berarti usaha untuk mengetahui sejauh mana perubahan yang telah terjadi melalui kegiatan belajar mengajar.
Menurut Arikunto (1989) bahwa pengukuran prestasi belajar dapat dilakukan dengan cara memberikan test yang mempunyai fungsi yaitu untuk mengukur kemampuan mahasiswa dan keberhasilan program pengajaran. Test tersebut dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
a. Test diagnostik, adalah test yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan mahasiswa, sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat diberikan perlakuan yang tepat.
b. Test formatif, dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa telah terbentuk setelah mengikuti suatu program tertentu, test formatif ini dapat digunakan sebagai test diagnostik pada akhir pelajaran.
c. Test sumatif, test ini dilakukan setelah berakhir pemberian sekelompok program atau sebuah program yang lebih besar. Test ini dapat dilakukan idividu pada setiap kesempatan akhir catur wulan atau akhir semester.
Menurut Passaribu dan Simanjuntak (1988) untuk mengetahui prestasi belajar mahasiswa, dapat dilakukan dengan cara memberikan penilaian atau evaluasi yaitu untuk memeriksa kesesuaian antara apa yang diharapkan dan apa yang tercapai. Hasil penilaian tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki dan mendekatkan tujuan yang diinginkan. Ada dua jenis cara penilaian, yaitu:
a. Penilaian formatif, penilaian ini dilakukan selama proses belajar mengajar sedang berlangsung untuk keperluan memperbaiki program pengajaran.
b. Penilaian sumatif, penilaian sumatif dilakukan pada akhir suatu pendidikan tertentu (akhir catur wulan, akhir semester atau akhir tahun ajaran).
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dari hasil evaluasi belajar akan dapat diketahui tingkat keberhasilan dari mahasiswa. Di samping evaluasi belajar akan menghasilkan nilai atau skor, juga dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan mahasiswa di dalam menerima pelajaran.


4. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
Ahmadi dan Supriyono, (1991) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah faktor internal dan faktor ekternal hal tersebut saling berinteraksi secara langsung ataupun tidak langsung dalam mencapai prestasi belajar faktor tersebut adalah:
a. Faktor internal, adalah
1. Faktor jasmaniah (fisiologis) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh dan sebagainya.
2. Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh, yang terdiri atas :
a. Faktor intelektif yang meliputi
1. Faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat.
a. Kecerdasan merupakan aspek yang juga ikut menentukan berhasil tidaknya belajar seseorang. Jika seorang siswa mempunyai tingkat kecerdasn normal maka secara potensial dia dapat mecapai prestasi yang tinggi. Jika seorang siswa mempunyai kecerdasan dibawah normal, sangatlah sukar baginya untuk bersaing untuk mencapai perstasi tinggi.
b. Bakat merupakan potensi atau kemampuan dimana apabila diberi kesempatan untuk dikembangkan melalui belajar akan mempermudah siswa dalam meraih perstasi sesuai yang diharapkan.
2. Faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dimiliki. Anak yang mempunyai pembawaan perstasi yang baik akan lebih mudah dan cepat berhasil dalam belajarnya dari pada anak yang mempunyai pembawaan yang kurang baik.
b. Faktor non intelektif, didalam faktor non intelektif terdapat manajemen waktu belajar maupun aktivitas-aktivitas yang lain dari individu yang dapat mempengaruhi prestasi belajarnya karena didalam faktor non intelektif manajemen waktu individu dipengaruhi oleah unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi dan penyesuaian diri.
c. Faktor kemampuan fisik maupun psikis. Kondisi psikis yang terganggu secara otomatis akan mempengaruhi dalam belajarnya. Anak tersebut tidak akan dapat berkonsentrasi penuh karena kondisinya tidak sesuai dengan keadanyanya. Selain kondisi psikis kondisi fisik yang tidak normal maka hasil belajarnyapun akan kurang, karena anak tidak memungkinkan untuk melakukan aktivitas belajarnya.
b. Faktor eksternal, ialah :
1) Faktor sosial yang terdiri atas :
a). Lingkungan keluarga
Keluarga mempunyai pengaruh baik, terhadap keberhasilan belajar. Hal ini terjadi apabila keluarga khususnya orang tua mau merangsang, menolong dan membimbing aktivitas belajar. Sehingga memungkinkan seseorang untuk mencapai prestasi belajar yang tinggi. Hal lain yang dapat mempengaruhi perstasi belajar adalah suasana rumah. Bila suasana rumah dalam keadaan tenang, damai, sejuk, hal ini dapat membuat seseorang berkonsentrasi dalam belajarnya sehingga seseorang dapat mencapai prestasi belajar yang tinggi. Dalam hal ini dukungan sosial dari keluarga sangat mempengaruhi prestasi belajar siswa.
b). Lingkungan sekolah
Hubungan antara guru dengan siswa yang kurang baik karena suatu pengalaman, hubungan siswa dengan siswa yang tidak menyenangkan, tujuan pelajaran yang ditetapkan di atas kemampuan murid, hal ini dapat mepengaruhi belajar dan hasil belajar siswa. Disamping itu guru yang kurang atau tidak menyadari peranannya dalam proses belajar mengajar dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.
c). Lingkungan masyarakat
Cukup banyak pengaruh dari masyarakat yang dapat menimbulkan kesukaran belajar terutama dari teman-teman sebaya. Jika teman yang sebaya disekitar lingkungan dimana kita tinggal merupakan anak yang rajin belajar maka anak akan terangsang untuk belajar. Sebalikanya bila lingkungan disekitar tempat tinggal merupakan anak yang berkeliaran tidak tentu maka anakpun dapat terpengaruh dan hal ini akan mempengaruhi perstasi belajar.
d). Lingkungan kelompok. Lingkungan ini merupakan kumpulan dari teman sebaya, apabila lingkungan kelompok memiliki intensitas belajar yang tinggi maka dapat menyebabkan seseorang didalam kelompok tersebut memiliki tingkat perstasi belajar yang tinggi. begitu juga sebaliknya.
2) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian.
2) Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, dan iklim.
3) Faktor lingkungan spiritual atau kemampuan.
Masrun dan Martaniah (1974) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu :
a. Kemampuan bawaan, individu yang memiliki pembawaan yang baik akan lebih mudah dan cepat berhasil dalam belajarnya, daripada individu yang mempunyai pembawaan yang kurang baik, tetapi hal ini bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang menentukan. Belajar masih dapat diatasi dengan banyak cara yaitu dengan latihan-latihan dengan menggunakan metode yang tepat.
b. Kondisi fisik orang belajar, apabila kondisi fisik tidak normal atau cacat fisik maka hasil belajar akan kurang, misalnya penglihatan dan pendengaran kurang normal, maka dengan sendirinya akan mempengaruhi individu dalam belajarnya.
c. Kondisi psikis, kondisi ini sangat menentukan keberhasilan dalam belajar, jadi kalau psikisnya terganggu otomatis akan mempengaruhi hasil belajarnya.
d. Kemampuan belajar, seseorang apabila akan belajar harus ada kemampuan untuk mempelajari sesuatu yang dinginkan.
e. Sikap terhadap guru, mata pelajaran dan pengertian mereka sendiri, sikap terhadap guru juga merupakan faktor yang sangat mempengaruhi belajar, oleh karena itu bila seseorang akan berhasil dalam belajar maka haruslah mempunyai sikap senang pada guru, mata pelajaran yang akan dipelajari.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar sangat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal meliputi faktor fisiologis maupun faktor psikolgis, salah satunya adalah manjemen waktu sebagai salah satu faktor psikologisnya, faktor eksternal meliputi faktor sosial budaya, lingkungan fisik maupun lingkungan spiritual, salah satu faktor sosialnya adalah dukungan sosial. Dimana kedua factor ini sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar seseorang.

B. Manajemen Waktu
1. Pengertian Manajemen Waktu
Pengelolaan waktu yang baik sangat bermanfaat, dalam pengertian penghematan biaya proyek maupun bermanfaat bagi aset organisasi yang paling berharga (A. Dale Timpe, 1991). Organisasi yang dimaksud adalah sekolah. Timpe, (1991) menjelaskan bahwa waktu adalah sumber yang paling langka dan jika itu tidak dapat dikelola, maka hal lain pun tidak dapat dikelola. Maksudnya, untuk mempelajari aspek manusia dari perubahan sikap menuju ke pengelolaan lebih baik dari sumber waktu yang berharga. Obyek dari manajemen waktu adalah untuk menambah dan mengoptimalkan penggunaan dari waktu luang yang tersedia.
Timpe, (1991) Bidang manajemen waktu dengan cepat menjadi lebih penting baik dalam kehidupan pribadi individu. Pengelolaan waktu yang baik sangat bermanfaat dalam pengertian penghematan biaya proyek maupun pemanfaatan asset organisasi yang paling berharga, yaitu orang atau pegawai.
Waktu akan memberikan gambaran yang unik. Timpe, (1991) menyarankan dalam suatu perusahaan membuat catatan waktu untuk memerangi pemborosan waktu karena kebiasaan. Artikelnya tentang pengelolaan waktu, memperlihatkan rincian penggunaan waktu yang seharusnya dilakukan manajer dalam rata-rata satu hari kerja. Hasil yang didapat 90% digunakan untuk menjalankan persahaannya, menentukan program jangka panjang, memecahkan masalah, membuat tugas administrasi, laporan, rapat, sedangkan sisa 10% digunakan untuk kegiatan tidak produktif, masalah yang tidak direncanakan dan sebagainya.
Salah satu pengertian manajemen waktu yang di kemukakan oleh Jowwad (Dalam Nugroho, 2004) yaitu penataan, pengorganisasian dan pemikiran manusia sehingga mampu menata dan menerapkan segala hal yang ada disekitarnya diantaranya mengetahui skala prioritasnya dan menjadikan seluruh hidupnya sarasi dengan lingkungan sekitarnya. Sejalan dengan hal tersebut Gie (1996) berpendapat manajemen waktu adalah segenap kegiatan dan langkah mengatur serta mengelola waktu dengan sebaik-baiknya, sehingga mampu membawa kearah tercapainya tujuan hidup yang telah ditetapkan oleh individu yang bersangkutan.
Douglass & Douglass (1980) mengatakan bahwa mengelola waktu berarti mengarah pada pengelolaan diri kita dengan berbagai cara yang bertujuan untuk mengoptimalkan waktu yang kita miliki. Artinya, seseorang menyelesaikan pekerjaan dibawah waktu yang teredia sehingga mencapai hasil yang memuaskan.
Covey (1997) mengatakan bahwa manajemen waktu tidak dapat dilepaskan dengan manajemen diri. Manajemen diri diartikan sebagai cara individu mengorganisasikan kehidupanya dengan prinsip mendahulukan apa-apa yang harus dilakukan skala prioritas. Senada dengan hal diatas, Lakein (1983) mendeskripsikan manajemen waktu sebagai pengelolaan waktu dimana individu menetapkan terlebih dahulu kebutuhan dan keinginan kemudian menyusunnya berdasarkan segi urutan kepentingan. Maksudnya bahwa terdapat aktivitas khusus yaitu penetapan tujuan untuk mencapai kebutuhan dan keinginan dengan memprioritaskan tugas yang perlu diselesaikan. Tugas yang sepenuhnya penting kemudian dicocokkan dengan waktu dan sumber yang tersedia melalui perencanaan, penjadwalan, pembuatan daftar, pengorganisasian, dan pendekatan terhadap tugas.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud manajemen waktu adalah suatu proses pengorganisasian dan pemikran manusia dimana seseorang mengatur terlebih dahulu kebutuhan dan keinginan kemudian menyusunnya berdasarkan segi urutan kepentingan sehingga mampu menata dan menerapkan segala hal yang ada disekitarnya diantaranya mengetahui skala prioritasnya dan menjadikan seluruh hidupnya sarasi dengan lingkungan sekitarnya. Tidakan ini dapat mencakup penetapan proritas bagi segala aktivitas dan dapat pula dengan cara pengorganisasian diri terhadap kehidupannya dengan mendahulukan hal-hal yang harus didahulukan untuk memparlancar kegiatan dan mencapai hasil yang memuaskan.
2. Aspek-aspek Manajemen waktu
Macan, (1994) mengemukakan aspek-aspek dalam manajemen waktu yaitu:
a. Penentapan tujuan dan prioritas, penetapan tujuan dan prioritas ini dikaitkan dengan apa yang ingin dicapai atau apa yang dibutuhkan untuk memperoleh dan membuat prioritas dari tugas yang penting untuk mencapai tujuan.
b. Mekanisasi dari menajemen waktu. Didalam aspek ini meliputi proses dari rencana yang akan dilakukan.
c. Kontrol terhadap waktu, kontrol terhadap waktu berhubungan dengan perasaan dapat mengatur waktu dan pengkontrolan terhadap hal-hal yang dapat mempengaruhi penggunaan waktu.
Pedler dan Boydell (dalam Syafrina, 2004) menyatakan bahwa tinggkat evektifitas seseorang individu dalam melakukan manajemen terhadap dirinya dipengaruhi oleh beberapa aspek diantranya:
a. Kesehatan (Health). Kondisi fisisl maupun psikis mempengaruhi seseorang dalam mengarahkan aktifitas kehidupan. Di satu sisi, kesehatan fisik menjadi modal utama bagi seseorang individu untuk melakukan aktivitas dan di sisi lain kesehatan psikis memciptakan kondisi mental yang stabil. Kondisi kesehatan yang baik akan mewujudkan keseimbangan pada diri individu sehingga akan mempermudah ia dalam melakukan penyesuaian diri dalam memanajemen waktu.
b. Ketrampilan atau keahlian (Skill). Menggambarkan kualitas individu tersebut. Ada beberapa ketrampilan yang diperlukan dalam kehidupan. Seberapa jauh kesadaran individu akan hal ini menetukan seberapa jauh ia menyusun rencana untuk kehidupannya. Individu tersebut dapat memutuskan untuk menjadi orang yang memiliki berbagai keahlian sekaligus atau menjadi orang yang melakukan suatu keahlian tertentu. Pilihan tersebut yang dilakukan oleh individu selanjutnya akan mempengaruhi cara ia mawujudkan tujuannya, mulai dari menentukan tingkatan keahlian, menentukan model atau contoh yang tepat sehingga mencari sesempatan untuk melatih keahliaan tersebut.
c. Aktivitas ( action). Seberapa jauh seorang individu mampu menyelesaikan aktivitas hidup yang baik, misalnya seberapa jauh kemampuannya untuk membuat keputusan dan mengambil inisiatif. Individu yang mampu mengembangkan aktivitas hidupnya dengan baik adalah individu yang memiliki kepekaan terhadap berbagai alternatif atau cara pandang dan memiliki imajinasi moral yang tinggi sehingga keputusan-keputusan aktivitas mempertimbangkan dua hal sekaligus, yaitu yang memberi manfaat bagi dirinya dan bagi orang lain.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek yang mempengaruhi manajeman waktu adalah penentapan tujuan dan prioritas, dimana proritas dikaitkan dengan apa yang akan dicapai. Mekanisasi dari menajemen waktu, kontrol terhadap waktu yang dimaksud adalah pengontrolan terhadap hal-hal yang dapat mempengaruhi penggunaan waktu.
3. Faktor-faktor manjemen waktu
Novan Rahardi (2007) menjelaskan beberapa faktor yang menentukan tercapainya proses manajemen waktu mahasiswa, antara lain:
a. Faktor dari dalam diri yang melakukan kesalahan (human error). Faktor ini menjadi faktor utama. Setiap manusia belajar dari kesalahan hidupnya. Dengan manajemen, manusia meminimalisir kesalahan di masa lampau.
b. Faktor pandangan hidup (life way). Faktor ini mampu memacu motivasi mahasiswa. Seperti, untuk apa berkuliah, setelah lulus apa yang akan dilakukan?. Dengan pandangan hidup yang jelas, tergambar dalam benak sebuah masa depan.
c. Faktor lingkungan kampus. Pada dasarnya lingkungan kampus menjadi barometer kreativitas mahasiswa. Dengan fasilitas kampus yang memadai, mahasiswa mampu menimba ilmu secara otodidak yang kurang didapat di bangku kuliah. Hal ini mempersingkat waktu proses belajar kognitif mahasiswa.
Macan (dalam Setyarini, 2002) menemukan 3 faktor manajemen waktu yang dipakai dalam pengembangan pengukuran tugas atas manajemen waktu yaitu:
a. Menetapkan tujuan dan priritas, yaitu apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan seseorang untuk diselesaikan dan bagaimana individu dapat menempatkan kebutuhan sesuai prioritas tugas yang diperlukan untuk mencapai sasaran. Lakien (1983) manyatakan bahwa penentuan pioritas erkaitan dengan tingkat kepentingan individu.
b. Teknik atau mekanika manajemen waktu, yaitu cara-cara yang digunakan dalam mengelola waktu seperti membuat daftar, jadwal, dan rencana kerja.
c. Kecenderungan untuk terorganisasi, yaitu kecenderungan seseorang dalam bekerja dihubungkan dengan cara bagaimana individu mengatur lingkungan kerja disekitarnya.
Ketiga faktor manajemen ini kemudian dijadikan pedoman oleh Macan, dkk (1994) untuk menyusun skala manjemen waktu yang kemudian dikenal sebagai TMB (Time Management Behavioral Scale). Dari penelitiannya, Macan menentukan 33 perilaku manajemen waktu yang sering muncul yaitu: mengevaluasi jadwal harian, meninjau kembali aktivitas, menetapkan deatline, meningkatkan evisiensi kerja, menentukan skala prioritas, merinci tugas-tugas, menetapkan tujuan jangka pendek, meninjau kembali tujuan-tujuan, menyelesaikan tugas-tugas prioritas, menjaga tujuan jangka panjang, mengurus surat-surat dan memo, membawa buku janji, membuat daftar kegiatan yang dilakukan, menulis catatan pengingat, memanfatkan waktu luang, mempraktekkan catatan kecil, membawa catatan kecil, menghindari inturupsi, menjadwal rencana kegiatan tertentu perminggu, menjaga catatan harian, menjadwal waktu perhari, mengatur pekerjaan yang berhubungan dengan surat menyurat, menentukan baju setiap malam, mengenali situasi yang tidak teratur, mengenali situasi yang kacau, memiliki ruang kerja yang tidak teratur, mengetur tugas berdasarkan pilihan tertentu, melupakan daftar yang dibuat, mempercayai bahwa hari tidak bias di perkirakan, menjadwal waktu yang terbuang atau sia-sia, meninggalakan tempat atau lingkungan kerja dalam keadaan buruk, memisahkan surat-surat perhari dan tidak mengatur pekerjaan.

C. Dukungan Sosial
1. Pengertian dukungan sosial
Dukungan sosial (social support) didefenisikan oleh oleh Koentjoro (2003) sebagai informasi verbal atau non-verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkahlaku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkahlaku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya.
Menurut Sarason (1990) dukungan sosial adalah transaksi interpersonal yang melibatkan salah satu faktor atau lebih dari karakteristik berikut ini: afeksi (ekspresi menyukai mencintai, mengagumi daan menghormati), penegasan (ekspresi persetujuan, penghargaan terhadap ketepatan, kebenaran dari beberapa tindak pernyataan, pandangan) dan bantuan (transaksi-transaksi dimana bantuan dan pertolongan dapat langsung diberikan seperti barang, uang, informasi, nasehat, dan waktu).
Katz (1978) mengatakan bahwa dukungan sosial merupakan perasaan positif, menyukai kepercayaan dan perhatian dari orang lain yang berarti dalam hidup manusia, pengakuan kepercayaan seseorang dan bantuan langsung dalam bentuk-bentuk tertentu. Cobb (1987) mengartikan dukungan sosial sebagai interaksi sosial atau hubungan sosial yang memberikan bantuan yang nyata atau perasaan kasih sayang kepada individu atau kelompok yang dirasakan oleh yang bersangkutan, sebagai perhatian atau cinta.
Sarason Dkk, (1983) berpendapat bahwa dukungan sosial mencakup dua hal yaitu: a) Jumlah sumber dukungan sosial yang tersedia; merupakan persepsi individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat individu membutuhkan bantuan (pendekatan berdasarkan kuantitas). b) Tingkatan kepuasan akan dukungan sosial yang diterima; berkaitan dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi (pendekatan berdasarkan kualitas)
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah suatu bantuan yang nyata atau tingkahlaku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek yang terjadi karena adanya hubungan interpersonal yang akrab atau ada ikatan sosial yang bermanfaat bagi individu di dalam lingkungan sosialnya.
2. Aspek-aspek dalam dukungan sosial
Semua individu yang hidup dalam sebuah komunitas atau kelompok kerja dan organisasi baik di sektor umum ataupun swasta saling berinteraksi satu sama lain. Mereka bukan hanya mengharapkan interaksi tersebut mendukung untuk suatu pekerjaan, tetapi juga harus dapat memotivasi dan saling memberi dukungan secara sosial kepada satu sama lainnya. House & Khan, (1985) menyatakan adanya beberapa aspek yang terlibat dalam pemberian dukungan sosial dan setiap aspek mempunyai ciri-ciri tertentu. Aspek-aspek itu adalah :
a. Aspek emosional, aspek ini melibatkan kelekatan, jaminan dan keinginan untuk percaya pada orang lain sehingga ia menjadi yakin bahwa orang lain tersebut mampu memberikan cinta dan kasih sayang padanya.
b. Aspek informatif, meliputi pemberian informasi untuk mengatasi masalah pribadi, terdiri atas pemberian nasehat, pengarahan dan keterangan lain yang dibutuhkan.
c. Aspek instrumental, aspek ini meliputi penyediaan sarana untuk mempermudah menolong orang lain, meliputi peralatan, uang, perlengkapan dan sarana pendukung yang lain termasuk didalamnya memberikan peluang waktu.
d. Aspek penilaian, terdiri atas peran sosial yang meliputi umpan balik, perbandingan sosial dan afirmasi (persetujuan).
Weiss (Koentjoro, 2003) mengemukakan adanya 6 (enam) aspek dukungan sosial yang disebut sebagai “The Social Provision Scale”, dimana masing-masing aspek dapat berdiri sendiri-sendiri, namun satu sama lain saling berhubungan. Adapun aspek-aspek tersebut tersebut adalah :
a. Kerekatan Emosional (Emotional Attachment). Aspek dukungan sosial semacam ini memungkinkan seseorang memperoleh kerekatan (kedekatan) emosional sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang menerima. Orang yang menerima dukungan sosial semacam ini merasa tenteram, aman dan damai yang ditunjukkan dengan sikap tenang dan bahagia. Sumber dukungan sosial semacam ini yang paling sering dan umum adalah diperoleh dari pasangan hidup, atau anggota keluarga/teman dekat atau sanak keluarga yang akrab dan memiliki hubungan yang harmonis.
b. Integrasi sosial (Social Integration). Aspek dukungan sosial semacam ini memungkinkan seseorang untuk memperoleh perasaan memiliki suatu kelompok yang memungkinkannya untuk membagi minat, perhatian serta melakukan kegiatan yang sifatnya rekreatif secara bersama-sama. Sumber dukungan semacam ini memungkinkan individu mendapatkan rasa aman, nyaman serta merasa memiliki dan dimiliki dalam kelompok. Adanya kepedulian oleh masyarakat untuk mengorganisasi individu dan melakukan kegiatan bersama tanpa ada pamrih akan banyak memberikan dukungan sosial.
c. Adanya Pengakuan (Reanssurance of Worth). Pada aspek dukungan sosial jenis ini individu mendapat pengakuan atas kemampuan dan keahliannya serta mendapat penghargaan dari orang lain atau lembaga. Sumber dukungan sosial semacam ini dapat berasal dari keluarga atau lembaga/instansi atau perusahaan/organisasi dimana bekerja.
d. Ketergantungan yang dapat diandalkan (Reliable Reliance) Dalam dukungan sosial jenis ini, individu mendapat dukungan sosial berupa jaminan bahwa ada orang yang dapat diandalkan bantuannya ketika individu membutuhkan bantuan tersebut. Jenis dukungan sosial jenis ini pada umum berasal dari keluarga.
e. Bimbingan (Guidance) Aspek dukungan sosial jenis ini adalah berupa adanya hubungan kerja atau pun hubungan sosial yang memungkinkan individu mendapatkan informasi, saran, atau nasehat yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan mengatasi permasalahan yang dihadapi. Jenis dukungan sosial jenis ini bersumber dari guru, alim ulama, pamong dalam masyarakat, figur yang dituakan dan juga orang tua.
f. Kesempatan untuk mengasuh (Opportunity for Nurturance). Suatu aspek penting dalam hubungan interpersonal akan perasaan dibutuhkan oleh orang lain. Jenis dukungan sosial ini memungkinkan seseorang untuk memperoleh perasaan bahwa orang lain tergantung padanya untuk memperoleh kesejahteraan.
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan aspek-aspek dalam dukungan sosial antara lain: emosional, informatif, instrumental dan aspek penilaian, kerekatan emosional, integrasi sosial, pengakuan, ketergantungan yang dapat diandalkan, bimbingan, kesempatan untuk mengasuh. Aspek yang digunakan sebagai indikator alat ukur dalam penelitian ini adalah emosional, informatif, instrumental dan aspek penilaian.
3. Manfaat dukungan sosial
Ganster dan Victor (dalam Innovani,2002) mengatakan keuntungan individu yang memperoleh dukungan sosial tinggi dapat menjadikan individu lebih optimis dalam menghadapi kehidupan saat ini maupun pada masa yang akan datang, lebih terampil dalam memenuhi kebutuhan psikologis dan mempunyai sistem yang lebih tinggi, serta tingkat kecemasan yang lebih rendah, mempertinggi interpersonal skill , mempunyai kemampuan untuk mencapai apa yang diinginkan sehingga menjadikan individu lebih mampu untuk mengatasi sesuatu dan penuh semangat hidup.
Sarason (Innovani, 2002) dalam penelitiannya menunjukkan hasil bahwa orang-orang yang mendapat dukungan sosial yang tinggi mengalami hal-hal yang positif dalam kehidupannya, memiliki harga diri yang tinggi dan mempunyai pandangan yang lebih optimis terhadap kehidupannya daripada orang-orang yang rendah dukungan sosialnya.
Taylor (1997) menunjukkan suatu penelitian tentang manfaat dukungan sosial yang secara efektif menurunkan keadaan yang membahayakan secara psikologis pada saat-saat yang penuh ketegangan. Dukungan sosial juga muncul untuk menurunkan kemungkinan sakit dan mempercepat kesembuhan. Straus dan Sayles (Fahrudin, 1998) memberikan alternatif tentang manfaat dukungan sosial bagi individu yaitu :
a. Dukungan sosial bermanfaat untuk individu dengan kebutuhan-kebutuhan sosial yang tinggi yang ditugaskan pada pekerjaan-pekerjaan rutin, kegiatan-kegiatan pimpinan dapat melicinkan atau menghambat perkembangan sebuah kelompok kerja yang akrab dan bersatu padu. Hubungan-hubungan sosial yang baik sangat penting, juga bila pekerjaan menimbulkan kegelisahan atau kerjasama kelompok yang intensif diperlukan.
b. Dukungan sosial diperlukan sebagai penghapus ketegangan yang mengalahkan sifat sementara pekerjaan yang menimbulkan frustrasi. Seorang dalam suatu kelompok dapat selalu bersedia mendengarkan keluhan-keluhan dari individu yang lain.
c. Dukungan terutama penting bila teknologi atau rencana kerja mengharuskan para pekerja melakukan interaksi terus-menerus. Kepribadian atau corak perilaku jarang dilihat kurang berarti bagi para bawahan. Akan tetapi jika pekerjaan membutuhkan kerjasama kelompok yang erat berurusan dengan sesama profesi terus-menerus, dukungan menjadi amat penting.
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial memberikan manfaat yaitu dapat menjadikan individu lebih optimis, lebih terampil, mempertinggi interpersonal skill, memiliki harga diri yang tinggi, dukungan sosial juga bermanfaat untuk menurunkan keadaan yang membahayakan secara psikologis.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial
Strauss dan Sayless (Dalam Innovani, 2002) mengemukakan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Sebagai mahkluk sosial, manusia mengadakan interaksi dengan manusia lainnya dan menciptakan persahabatan. Dua kebutuhan dasar manusia adalah kebersamaan atau rasa memiliki dan dimiliki serta kebutuhan untuk memperoleh dukungan satu sama lainnya. Selain mengadakan kontak-kontak sosial, manusia membutuhkan dukungan dari orang lain sebagai cara untuk meningkatkan harga diri, kepercayaan diri serta melihat kemampuan dirinya. Tanpa dukungan sosial, seseorang dapat merasa terganggu secara psikologis. Dengan kata lain bahwa individu sangat membutuhkan dukungan sosial sehingga kepribadian individu dapat tumbuh dan berkembang ke arah yang konstruktif.
Cohen dan Syme (1985) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi efektifitas dukungan sosial adalah:
a. Pemberian dukungan. Dukungan yang diterima melalui sumber yang sama akan lebih memiliki arti yang lebih kuat dan mendalam daripada yang berasal dari sumber yang beda. Pemberi dukungan adalah orang-orang yang memiliki arti penting dalam kehidupan individu tersebut sehari-hari. Tingkat dukungan yang dirasakan oleh seseorang merupakan persepsi tentang jumlah dukungan yang tersedia dari orang lain.
b. Jenis dukungan. Jenis dukungan yang diterima akan memiliki arti bila dukungan itu bermanfaat dan sesuai dengan situasi yang ada.
c. Penerimaan dukungan. Karakteristik atau ciri-ciri penerimaan dukungan seperti: kepribadian, kebiasaan dan peran sosial akan menentukan keefektifan dukungan. Proses yang terjadi dalam dukungan dipengaruhi oleh kemampuan penerimaan dukungan.
d. Permasalahan yang dihadapi. Dukungan sosial yang tepat dipengaruhi oleh kesesuaian antara jenis dukungan yang diberikan dan masalah yang ada.
e. Waktu pemberian dukungan. Dukungan sosial akan optimal di satu situasi, tetapi akan menjadi tidak optimal dalam situasi lain.
f. Lamanya pemberian dukungan. Lamanya pemberian dukungan tergantung pada kapasitas yaitu kemampuan dari pemberi dukungan untuk memberi dukungan atau menambah dukungan yang ditawarkan selama suatu periode tertentu.
Menurut Ganster (1986) faktor yang mempengaruhi dukungan sosial meliputi :
a. Dukungan keluarga. Keluarga merupakan tempat pertumbuhan perkembangan seseorang. Kebutuhan fisik dan psikologis mula-mula terpenuhi dari lingkungan keluarga sehimgga keluarga termasuk kelompok terdekat individu. Individu sebagai anggota kelompok akan menjadikan keluarga sebagai tumpuan harapan, tenpat bercerita dan tempat mengeluarkan keluhan-keluhan bilamana individu sedang mengalami masalah.
b. Dukungan teman bergaul. Orang yang bergaul membutuhkan dukungan moral dari teman bergaulnya. Bentuknya kualitas kerjasama, kehangatan berteman, dan rasa saling membutuhkan dan mempercayai serta kebanggan menjadi anggota kelompok.
c. Dukungan masyarakat atau lingkungan sekitar. Masyarakat yang mendukung, menerima dan menyukai serta mengerti kelebihan dan kekurangan individu, biasanya akan memberikan motivasi dalam pemenuhan kebutuhannya. Dukungan sosial dari masyarakat akan membuat individu menjadi lancar dan percaya diri dalam proses sosialisasi.
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial antara lain: pemberian dukungan, jenis dukungan, penerimaan dukungan, permasalahan yang dihadapi, waktu pemberian dukungan. Faktor lain yang ikut mempengaruhi dukungan sosial adalah dukungan keluarga, teman bergaul dan masyarakat atau lingkungan sekitar.
5. Sumber-sumber dukungan sosial
Manusia dalam menjalani kehidupannya selalu bersikap aktif artinya manusia berusaha mempengaruhi, menguasai, mengubah keadaan dalam batas kemampuan yang dimilikinya. Elip (dalam Prasilowati, 2000) mengatakan bahwa dukungan sosial didapat dari interaksi individu dan masyarakatnya yang mencakup bagaimana harus bertingkah laku terhadap orang lain yang tentu saja sesuai dengan norma dan etika yang ada.
House (1985) mengemukakan bahwa dukungan sosial biasanya berbentuk bantuan instrumen, bantuan secara emosional, pemberian informasi dan penilaian yang dapat diberikan oleh keluarga, teman, pembimbing, tetangga dan masyarakat pada umumnya. La Rocco dan Jones (Ahmadi, 1995) berpendapat bahwa dukungan dari persahabatan meliputi kualitas semangat dalam suatu kelompok, kehangatan berteman, dan rasa percaya diri serta rasa kebanggaan anggota suatu kelompok.
Dukungan sosial bisa didapatkan dari berbagai sumber. Menurut Goldberger dan Bernitz (Sukinah, 1999) dukungan sosial bersumber antara lain: orangtua, saudara kandung, anak-anak, kerabat, pasangan hidup, sahabat, rekan kerja, atau juga dari tetangga. Dukungan tersebut biasanya diinginkan dari orang-orang yang signifikan seperti keluarga, saudara, guru, dan teman, dimana memiliki derajat keterlibatan yang erat.
Lampiave (Dalam Prasilowati, 2000) menambahkan bahwa hubungan antara manusia yang mengandung unsur pemberian dukungan dapat dikatakan profesional, yang pemberian bantuan itu selanjutnya disebut helping. Semakin lama dukungan sosial yang diperoleh semakin berkurang. Hal itu disebabkan oleh jaringan sosial yang semakin sempit dan kebutuhan akan dukungan sosial berkurang seiring dengan berkurangnya mobilitas dan masalah yang dihadapi. Secara singkat dapat dijelaskan pada setiap tahap perkembangan orang mempunyai persepsi yang berbeda terhadap dukungan sosial. Kehadiran orang yang berarti bagi seseorang sangat besar pengaruhnya terhadap pandangan mengenai kehidupan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa sumber-sumber dukungan sosial adalah: orang tua, saudara kandung, anak-anak, kerabat, pasangan hidup, sahabat, rekan kerja, atau juga dari tetangga. Dukungan sosial tersebut dapat berbentuk bantuan instrumen, bantuan secara emosional, pemberian informasi dan penilaian.

D. Hubungan Antara Manajemen Waktu dan Dukungan Sosial dengan Prestasi Belajar pada Mahasiswa yang Telah Menikah

Manajemen waktu adalah dimana individu menetapakan terlebih dahulu kebutuhan dan keingingan kemudian menyusunnya berdasarkan segi urutan kepentingan, Lakein (dalam Macan, 1994). Maksudnya bahwa terhadap terdapat aktivitas khusus yaitu penetapan tujuan untuk mencapai kebutuhan dan keinginan dengan meprioritaskan tugas yang perlu diselesaikan. Tugas-tugas yang seharusnya penting kemudian disesuaikan dengan waktu dan sumber yang tersedia melalui perencanaan, penjadwalan, pembuatan daftar, pengorganisasian, dan pendekatan terhadap tugas. Individu yang memiliki manajemen waktu yang baik tentunya akan menyelesaikan tugas sesuai dengan batas waktu yang telah direncanakan. Sehingga prestasi belajarnyapun akan bertambah baik.
Dukungan sosial sangat efektif membantu individu khususnya mahasiswa yang sudah menikah. Manakala individu memperoleh dukungan sosial berupa perhatian emosional, ia akan merasa bahwa orang lain akan memberi perhatian, menghargai dan mencintai dirinya, ia akan lebih mempunyai kemantapan diri yang baik serta memiliki sikap yang dapat menerima kenyataan, dapat mengembangkan kesadaran diri, berfikir positif, memiliki kemandirian dan mempunyai kemampuan untuk memiliki serta mencapai segala sesuatu yang diinginkan. Dukungan sosial yang diperoleh lingkungan keluarga, teman sebaya, serta lingkungan sekitar sangat berperan dalam pembentukan intensi pada diri seseorang khususnya mahasiswa yang sudah menikah untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Hal ini karena ikatan sosial tersebut akan menciptakan hubungan yang bersifat menolong dan mempunyai nilai khusus bagi individu yang menerimanya. Dengan adanya dukungan sosial yang diberikan pada mahasiswa yang sudah menikah diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajarnya karena dukungan sosial juga memberikan perasaan berguna pada individu karena individu merasa dirinya dicintai dan diterima. Hal ini sesuai denga pendapat yang di kemukakan oleh Ganster (1986) faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial adalah dukungan keluarga, dukungan teman bergaul, dan dukungan masyarakat atau lingkungan sekitar. Dukungan yang diterima akan memiliki arti bila dukungan itu bermanfaat dan sesuai dengan situasi yang ada sehingga bisa meningkatkan prestasi belajar seseorang.
Peranan manajemen waktu dan dukungan sosial sangat diperlukan dalam kegiatan belajar, karena menejemen waktu dan dukungan sosial merupakan salah satu faktor intern yang mempengaruhi belajar dan dapat memberikan energi serta mengarahkan aktivitas belajar individu. Hal ini sesuai dengan pendapat Winkel (1989) yang mengatakan: “motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Peranannya yang khas ialah dalam hal gairah/semangat belajar, mahasiswa yang mempunyai manjemen waktu dan dukungan sosial yang kuat akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar. Dengan kata lain, motivasi belajar individu adalah kecenderungan individu untuk melakukan usaha belajar untuk mencapai tujuan belajar, yaitu tercapainya prestasi belajar sesuai yang diharapkan.
Manajemen waktu dan dukungan sosial baik instrinsik maupun ekstrinsik merupakan motor penggerak dan pendorong bagi individu untuk belajar. Cristantie &Hartati, (1997) mengemukakan proses belajar perlu adanya manajemen waktu dan dukungan sosial yang tepat yakni perlu adanya manajemen waktu belajar yang efektif, dimana prinsip utama dari manajemen waktu secara efektif adalah pembagian waktu yang efektif untuk kegiatan-kegiatan yang meliputi: waktu untuk belajar, waktu untuk bekerja dan kegiatan sosial maupun waktu bagi diri sendiri untuk bersantai. Selain dukungan sosial bersumber dari orang tua, saudara kandung, anak-anak, kerabat, pasangan hidup, sahabat, rekan kerja, atau juga dari tetangga juga mempengaruhi prestasi belajar, sehingga di dalam belajar individu akan lebih bersemangat dan tidak lekas bosan dengan materi pelajaran yang dipelajari.
Mahasiswa yang mempunyai manajemen waktu dan dukungan sosial yang tinggi akan mempunyai kemauan yang kuat untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam upaya mencapai tujuan belajarnya. Dengan demikian, manajemen waktu dan dukungan sosial merupakan faktor penting dalam belajar, yaitu dalam usaha mencapai prestasi belajar yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Suryabrata (1984) yang mengatakan bahwa di dalam semua bentuk belajar, manajemen waktu dan dukungan sosial mempunyai peranan yang menentukan, baik itu belajar untuk memperoleh kecekatan maupun belajar memperoleh tambahan ilmu pengetahuan.
E. Hipotesis
Berdasarkan kerangka teoritis yang telah diuraikan di atas, maka diajukan hipotesis yaitu:
1. Hipotesis Mayor
Ada hubungan positif antara manajemen waktu dan dukungan sosial dengan prestasi belajar.
2. Hipotesis Minor
Ada hubungan positif antara manajemen waktu dengan prestasi belajar. Semakin tinggi manajemen waktu maka akan semakin tinggi prestasi belajarnya, dan sebaliknya.
Ada hubungan positif antara dukungan sosial dengan prestasi belajar. Semakin tinggi dukungan sosial maka akan semakin tinggi prestasi belajarnya, dan sebaliknya.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Variabel bebas : a. Manajemen Waktu
b. Dukungan Sosial
Variabel tergantung : Prestasi Belajar

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi operasional merupakan penegasan arti dari konstrak atau variabel yang digunakan dengan cara tertentu untuk mengukurnya sehingga pada akhirnya akan menghindari salah pengertian dan penafsiran yang berbeda-beda (Kerlinger, 1993). Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manajemen Waktu
Manajemen waktu adalah suatu proses pengorganisasian dan pemikiran dimana seseorang mengatur terlebih dahulu kebutuhan dan keinginan kemudian menyusunnya berdasarkan segi urutan kepentingan sehingga mampu menata dan menerapkan segala hal yang ada disekitarnya. Tidakan ini dapat mencakup penetapan proritas bagi segala aktivitas dan dapat pula dan dapat pula dengan cara pengorganisasian diri terhadap kehidupannya dengan mendahulukan hal-hal yang harus didahulukan untuk memparlancar kegiatan dan mencapai hasil yang memuaskan. Untuk mengetahui tingkat manajemen waktu dapat diukur dengan skala manajemen waktu atau TMB scale (Time Managemen Behavioral Scale) yang diusun oleh Macan, (dalam Nugroho, 2004) semakin tinggi skor yang diperoleh, semakin tinggi tingkat menajemen waktunya. Semakin rendah skor yang diperoleh, semakin rendah tingkat manajemen waktunya.
2. Dukungan Sosial
Dukungan sosial adalah suatu bantuan yang nyata atau tingkahlaku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek yang terjadi karena adanya hubungan interpersonal atau ada ikatan sosial yang bermanfaat bagi individu di dalam lingkungan sosialnya. Dengan kata lain bahwa individu sangat membutuhkan dukungan sosial sehingga kepribadian individu dapat tumbuh dan berkembang ke arah yang konstruktif. House (dalam Damayanti, 2000) menyatakan adanya beberapa aspek yang terlibat dalam pemberian dukungan sosial. Aspek-aspek itu adalah: Aspek emosional, Aspek informatif, Aspek instrumental, Aspek penilaian. . Semakin tinggi skor yang diperoleh menunjukkan semakin tinggi pula dukungan sosial. Sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh menunjukkan semakin rendah pula dukunga sosial.
3. Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan suatu tingkat penguasaan yang di capai peserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang telah di tetapkan baik yang berupa angka maupun huruf yang mencerminkan hasil belajar yang dicapai masing-masing peserta didik dalam periode tertentu, ditanyakan dalam terskip nilai, IPK. Prestasi belajar merupakan hasil dari proses yang di ungkapkan diatas, tentunya setiap orang atau peserta didik ingin mengetahui hasil dari proses belajar tersebut. Prestasi belajar diperoleh seseorang sebagai atribut latihan pengalaman belajar sebelumnya, yang ditunjukkan dengan hasil tindakan yang mencerminkan penguasaan materi yang sudah diberikan, yang ditentukan melalui pengukuran dan penilaian. Dalam penelitian ini data mengenai prestasi belajar dilihat dari transkip nilai-nilai semesterannya.
C. Subjek Penelitian
1. Populasi
Populasi penelitian merupakan faktor utama yang harus ditentukan sebelum kegiatan penelitian dilakukan. Populasi adalah keseluruhan individu yang hendak diselidiki, dimana memiliki paling sedikit satu sifat atau ciri yang sama dan untuk siapa kenyataan yang di peroleh dari subjek hendak digeneralisasikan (Hadi, 1984). Menurut Arikunto (1989) menggeneralisasikan adalah mengangkat kesimpulan penelitian sebagai sesuatu yang berlaku bagi populasi. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa dan mahasiswi semester 1-9, dan berusia 19-25 tahun di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah menikah. Berdasarkan populasi yang telah ditentukan maka dimbil seluruh mahasiswa dan mahasiswi yang telah menikah untuk dijadikan subjek dalam penelitian.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian individu dari populasi yang dijadikan sabjek penelitian dan sampel harus mempunyai sifat yang sama, paling sadikit satu sifat yang sama, baik sifat kodrat maupun pengkhususan (Hadi, 1984). Dalam penelitian ini tidak semua populasi dijadikan sampel tapi hanya mengambil dari sebagian populasi yang representatif berdasarkan jumlah yang telah ditentukan dan berdasarkan tujuan serta ciri-ciri tertentu. Representatif menurut Suryabrata (1984) adalah sampel yang diambil harus benar-benar mencerminkan populasinya. Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa dan mahasiswi semester 1-9, dan berusia 19-25 tahun di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah menikah.
3. Teknik sampling
Teknik sampling yang digungkan menggunakan metode purposive sampling karena pengambilan sampel berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria tersebut yakni:
1. Mahasiswa dan mahasiswi semester 1-9, di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Berusia 19-25 tahun.
3. Telah menikah
Selian itu peneliti juga menggunakan metode snow ball sampling (bola salju) yaitu dilakukan secara berantai dengan meminta informasi pada subjek yang telah diwawancarai atau telah dihubungi sebelumnya (Poerwandari, 1998), karena dalam mencari subjek peneliti menanyakan pada subjek yang telah diwawancarai atau telah dihubungi sebelumnya.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah sutau teknik atau cara-cara yang ditempuh oeh peneliti guna mengumpulkan data untuk menguji hipotesa dalam penelitian. Data mempunyai kedudukan penting karena merupakan gambaran yang diteliti dan berfungsi sebagai alat uji hipotesis. Sementara benar-salahnya data tergantung pada baik tidaknya alat ukur pengumpulan data. Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan metode angket, sedangkan alat ukur yang diperlukan dalam bentuk skala.
Menurut Suryabrata (1984) metode angket merupakan cara pengumpulan data yang berupa daftar pertanyaan yang harus dijawab atau diisi oleh subjek. Alasan menggunakan angket oleh Hadi (1984) :
a. Subjek adalah orang yang paling tau akan dirinya sendiri.
b. Apa yang ditanyakan oleh subjek kepada penyelidik adalah benar-benar dapat dipercaya.
c. Interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yagn diajukan kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan penyelidik.
Skala yang digunakan dalam penelitian ini mengunakan bentuk skala langsung dan bersifat tertutup, artinya pernyataan dalam skala tersebut jawabanya sudah disediakan, subjek tinggal memilih salah satu jawaban yang sesuai dengan kondisi atau keadaan dirinya. Hal ini dimaksud agar jawaban subjek tidak terlalu melebar (Hadi, 1984) Ada dua macam skala yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala manajemen waktu dan skala dukungan sosial
1. Skala Manajemen Waktu
Skala manajeman waktu digunakan mengetahui seberapa tingkat manajeman waktu yang dilakukan subjek. Skala ini dibuat oleh Nugroho (2004) berdasarkan aspek-aspek manajemen waktu dari Macan dalam Nugroho (2004) yaitu:
a. Penentapan tujuan dan prioritas, penetapan tujuan dan prioritas ini dikaitkan dengan apa yang ingin dicapai atau apa yang dibutuhkan untuk memperoleh dan membuat prioritas dari tugas yang penting untuk mencapai tujuan.
b. Mekanisasi dari menajemen waktu.
c. Kontrol terhadap waktu, kontrol terhadap waktu berhubungan dengan perasaan dapat mengatur waktu dan pengkontrolan terhadap hal-hal yang dapat mempengaruhi penggunaan waktu.
Pada penelitian yang dilakukan Nugroho (2004), didapatkan koefisien korelasi aitem sahih bergerak dari 0,239-0,642 dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,935 dengan p<0,05.
Skala manajemen waktu terdiri dari 4 alternatif pilihan jawaban yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (ST), Sangat Tidak Setuju (STS). Pemberian skor dilakuakan dengan melihat sifat aitem.
Pada aitem favorable:
Jawaban STS (Sangat Tidak Setuju) = diberi nilai 1
Jawaban TS (Tidak Setuju) = diberi nilai 2
Jawaban S (Setuju) = diberi nilai 3
Jawaban S (Sangat Setuju) = diberi nilai 4
Pada aitem unfavorable:
Jawaban STS (Sangat Tidak Setuju) = diberi nilai 4
Jawaban TS (Tidak Setuju) = diberi nilai 3
Jawaban S (Setuju) = diberi nilai 2
Jawaban S (Sangat Setuju) = diberi nilai 1
Semakin tinggi skor yang diperoleh, semakin tinggi tingkat manajemen waktunya. Semakin rendah skor yang diperoleh, semakin rendah tingkat manajemen waktunya.
2. Skala Dukungan Sosial
Skala dukungan sosial yang digunakan merupakan skala yang disusun oleh Damayanti (2000) yang berdasarkan aspek-aspek dukungan sosial yang dikemukakan oleh House (1985) meliputi aspek emosional, aspek informatif, aspek instrumental, aspek penilaian. Nilai validitas skala tersebut bergerak dari (rbt) = 0,313 sampai 0,657, dan nilai reliabilitas (rtt) = 0,981. Skala ini berjumlah 52 aitem masing-masing 26 aitem favourable dan 26 aitem unfavourable.
Penilaian jawaban mempunyai penyebaran skor yang interval dan berjarak sama yaitu bergerak satu sampai dengan empat. Skor untuk aitem-aitem yang bersifat favorable adalah:
SS : Sangat Sesuai : 4
S : Sesuai : 3
TS : Tidak Sesuai : 2
STS : Sangat Tidak Sesuai : 1
Skor untuk aitem-aitem yang bersifat unfavorable adalah:
SS : Sangat Sesuai : 1
S : Sesuai : 2
TS : Tidak Sesuai : 3
STS : Sangat Tidak Sesuai : 4

3. Dokumentasi
Metode dukumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang perstasi belajar mahasiswa. Surachman (1975) menyatakan bahwa dokumentasi adalah laporan tertulis dari semua peristiwa yang isinya terdiri penjelasan dan pemikiran terhadap peristiwa itu ditujukan dengan sengaja untuk menyimpan keterangan peristiwa tersebut. Pengertian dokumentasi adalah segala keterangan-keterangan berupa data-data, laporan dan catatan yang berhubungan dengan masalah penyelidikan (Surachman, 1975). Prestasi belajar mahasiswa diperoleh dari hasil nilai mahasiswa setelah menikah, dimana perstasi belajar mahasiswa dilihat dari indek prestasi komulatif. Kemudian dari traskip nilai tersebut dikonversi dengan menggunakan t-score.

E. Validitas dan Reliabilitas
1. Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2000).
Perhitungan mengenai alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini adalah validitas internal, yaitu dengan menghitung koefisien korelasi antara skor aitem dengan skor total. Teknik yang digunakan adalah korelasi Product Moment dari Pearson dengan rumus :



= koefisien korelasi antara skor aitem dengan skor total
= jumlah hasil kali antara tiap aitem dengan total aitem
= jumlah nilai tiap aitem
= jumlah skor total aitem
N = jumlah subyek


Dari hasil angka korelasi yang diperoleh belum bisa dijadikan validitas yang sebenarnya karena masih berupa angka kasar dari product moment. Untuk itu perlu dikoreksi dengan teknik Part Whole dengan tujuan untuk menghindari kelebihan bobot aitem. Adapun. Rumus Part Whole adalah sebagai berikut :



= koefisien korelasi part whole setelah dikoreksi
= koefisien korelasi product moment sebelum dikoreksi
= deviasi standar total
= deviasi standar factor

2. Reliabilitas
Uji reliabilitas perlu dilakukan untuk mengetahui anda tidaknya alat ukur. Selain itu uji reliabilitas dilakukan untuk melihat sejauhmana keajegan alat ukur yang digunakan bila dilakukan pada waktu dan subyek yang berbeda. Azwar (2000) berpendapat bahwa reliabilitas dapat dilihat dari hasil pengukuran yang dapat dipercaya, yaitu apabila dalam beberapa kali pengukuran terhadap beberapa subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek dalam diri subyek yang diukur belum berubah.
Penelitian ini menggunakan analisis varians yang dikembangkan oleh Hoyt dalam menentukan reliabilitas. Adapun rumus teknik analisis varians tersebut adalah sebagai berikut:

= reliabilitas alat ukur
= mean kuadrat kesalahan total / error
= mean kuadrat antar subyek
1 = bilangan konstanta


F. Metode Analisis Data

Uji asumsi yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain uji normalitas sebaran dan uji linieritas hubungan. Asumsi sebaran normal mengandaikan bahwa dalam populasi yang tak terhingga besarnya variabel yang sedang dianalisis akan mengikuti ciri-ciri sebaran normal baku dari Gauss. Uji linieritas hubungan untuk melihat derajat hubungan antara variabel bebas X dengan variabel terikat Y mempunyai hubungan yang linier.
Setelah kedua asumsi tersebut di atas dapat terpenuhi, analisis terhadap data penelitian dapat dilakukan. Dalam menganalisis suatu data, penentuan metode statistik yang digunakan sangat dipengaruhi oleh tujuan penelitian dan jenis data. Adapun teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian yang diajukan adalah teknik Analisis Regresi Dua Prediktor, alasannya karena variabel dalam penelitian ini terdiri atas 2 prediktor yaitu manajemen waktu dan dukungan sosial.
Hadi (2000) menyatakan bahwa asumsi-asumsi Analisis Regresi antara lain:
1. Asumsi Normal Distribution of the Dependent Variable, yaitu bahwa variabel terikat Y mengikuti sebaran normal baku dari Gauss.
2. Asumsi Linierity of Correlation, yaitu bahwa korelasi antar semua X dengan Y adalah linier.
3. Asumsi Noncolinierity of the Independent Variables, yaitu bahwa antar sesama variabel bebas X korelasinya tidak terlalu tinggi.
Adapun rumus analisis regresi dua prediktor sebagai berikut :


Ry12 = a1 X1 Y + a2 X2 Y
Y2


Keterangan :
Ry12 = koefisien korelasi antara manajemen waktu dan dukungan sosial dengan prestasi belajar
a1 = koefisien prediktor manajemen waktu
a2 = koefisien prediktor dukungan sosial
X1y = jumlah produk antara manajemen waktu dengan prestasi belajar
X2y = Jumlah produk antara dukungan sosial dengan prestasi belajar
Y2 = jumlah kuadrat kriterium prestasi belajar


(Hadi, 2000)










BAB IV

LAPORAN PENELITIAN.

A. Persiapan Penelitian
1. Orientasi Kancah Penelitian
Perguruan Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan pada 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah bertepatan dengan 18 November 1912 Miladiyah. Prekataan “Muhammadiyah” dinisbahkan kepada nama Muhammadiyah, Nabi dan Rasul akir zaman. Penisbian itu dimaksutkan guna mengikuti jejak perjuangan Rasulullah untuk kemudian melanjutkan risalah dakwahnya dalam kehidupan umat manusia, khususnya di tanah air Indonesia. Karenanya Muhammadiyah sebagimana dirumuskan sebagai anggaran dasar hasil muktamar ke 41, tahun 1985 menyatakan jati diri sebagai gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar, beraqidah Islam bersumber pada Al’Quran dan Sunnah.
Sebagai gerakan sosial keagamaan, Muhammadiyah merupakan suatu fenomena modern ketika didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada tahun 1912. Ciri kemodernan tampak paling sedikit dalam tiga hal pokok, yaitu yang pertama, bentuk gerakannya yang terorganisasi, kedua, aktivitas pendidikannya yang mengacu paada model sekolah modern untuk ukuran zamannya, dan tiga pendekatan teknologis yang digunakan untuk mengembangkan aktivitas organisasi terutama amal usahanya.

Dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah saat ini memiliki universitas, institute sekolah tinggi, akademi dan politeknik, menurut data terakir yang ada di Majelis Dikti LITBANG jumlah keseluruhan perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM) di Indonesia berjumlah 165 buah, yang terdiri dari 35 universitas, 64 sekolah tinggi, 61 akademi dan 5 politeknik.
Awal berdiri Universitas Muhammadiyah Yogyakata (UMY) yang beralamatkan di Jl. Lingkar Barat, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta, rektor dipercayakan kepada Brigjen TNI (purn) Drs. H. Bakri Sjahid, yang saat ini telah selesai masa tugasnya sebagai rektor IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Rektor periode berikutnya dipercayakan kepada Ir. H.M. Dasron Hamid, M,Sc. Akan tetapi karena proses permintaan ijin mentri belum selesai, maka ditunjuk sebagai sesepuh Muhammadiyah, H.M.H Mawardi, menjadi rektor. Setelah turun ijin Menteri ditetapkan kembali Ir. H.M. Dasron Hamid menjadi rektor UMY. Tetapi sekarang rektor UMY dipercayakan pada Dr. H. Khoirudin Bashori.
Setelah melewati masa-masa yang sulit dan melelahkan, UMY kini telah memiliki 7 Fakultas, yaitu Fakultas Kedokteran, Fakultas Teknik, Fakultas Pertanian, Fakultas Agama Islam, Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Data pada tahun 2007 jumlah mahasiswa sekitar 17.000 orang.
Dari 17.000 mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 9% diantaranya sudah menikah data ini diperoleh dari Badan Urusan Akademik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada tahun 2007. Subjek dalam penelitian ini diambil dari fakultas-fakultas yang berbeda karena apabila mengambil subjek dari salah satu fakultas saja maka jumlahnya tidak mencukupi untuk dijadikan sampel dalam penelitian.
UMY saat ini tengah membangun jalan lurus kedepan, berbagai fasilitas belajar terus dilengkapi. Peningkatan kualitas SDM pengelola mendapat prioritas utama dalam pengembangan UMY oleh karena itu, setiap tahun UMY mengirimkan sekitar 20 sampai 30 tenaga pengajar untuk mengikuti studi lanjut, S2 dan S3, baik didalam maupun luar negeri.
Visi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yaitu ”Menjadi Universitas yang berorientasi ke masa depan dengan bertumpu pada upaya penguatan iman dan taqwa kepada Allah SWT serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga menjadi pusat keunggulan yang merupakan kebanggan warga Muhammadiyah, Umat Islam dan bangsa Indonesia”.
Sebagai sebuah perguruan tinggi Islam, misi yang diemban UMY tidak dapat dilepaskan dari misi Islam itu sendiri, yakni, ”rahmatan Iil ’aalamiin”. Dirumuskan misi UMY sebagai berikut: ”Melalui pengembangan pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat, UMY dapat berperan aktif dalam proses pembangunan bangsa maupun pencerahan umat manusia, serta dapat melahirkan sarjana yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi di atas landasan iman dan taqwa yang kokoh, sehingga menjadi insan yang mandiri, berwawasan luas, sadar akan keberadaannya dan bermanfaat bagi masyarakat Indonesia yang majemuk, iklas dan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan tugas amar ma’ryf nahi munkar”. UMY mengarahkan segenap proses pendidikan memiliki tujuan khusus sebagai berikut: ”Mewujudkan sarjana Muslim yang beraqlak mulia, cakap, percaya diri, serta berguna bagi masyarakat dan negara”.

2. Persiapan alat pengumpul data
Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala manajemen waktu, skala dukungan sosial, dan data dokumentasi prestasi belajar.
a. Skala manajemen waktu. Skala manajemen waktu dalam penelitian ini disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek manajemen waktu yang dikemukakan oleh Macan, (dalam Nugroho, 2004) meliputi aspek : penetapan tujuan dan prioritas, mekanisme dari manajemen waktu, kontrol terhadap waktu.
Jumlah aitem skala sebanyak 44 butir, terdiri dari 24 aitem favourable dan 20 aitem unfavourable. Skala manajemen waktu terdiri 4 pilihan jawaban yaitu : sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS). Penilaian aitem favourable bergerak dari skor 4 (sangat sesuai), 3 (sesuai), 2 (tidak sesuai), 1 (sangat tidak sesuai). Sedangkan penilaian aitem unfavourable bergerak dari skor 1 (sangat sesuai), 2 (sesuai), 3 (tidak sesuai), 4 (sangat tidak sesuai). Susunan aitem skala manajemen waktu sebelum penelitian dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1
Susunan Aitem Skala Manajemen Waktu Sebelum Penelitian

Aspek Nomor aitem Total
Favourable Unfavourable
Penetapam tujuan dan prirotas 2,4,7,8,10,15,34,35,39 6,29,31,32,36 14
Mekanisme dari manajemen waktu 1,3,12,14,16,17,21,43 19,20,33,37 12
Kontrol terhadap waktu 9,11,13,18,22,27,44 5,23,24,25,26,28,30, 38,40,41,42 18
Jumlah 24 20 44


b. Skala dukungan sosial. Skala dukungan sosial dalam penelitian ini disusun berdasarkan aspek-aspek dukungan sosial yang dikemukakan oleh House (Damayanti, 2001) meliputi aspek : emosional, informatif, instrumental, penilaian.
Jumlah aitem skala sebanyak 52 butir, terdiri dari 26 aitem favourable dan 26 aitem unfavourable. Skala ini terdiri 4 pilihan jawaban yaitu : sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS). Penilaian aitem favourable bergerak dari skor 4 (sangat sesuai), 3 (sesuai), 2 (tidak sesuai), 1 (sangat tidak sesuai). Sedangkan penilaian aitem unfavourable bergerak dari skor 1 (sangat sesuai), 2 (sesuai), 3 (tidak sesuai), 4 (sangat tidak sesuai). Susunan aitem skala dukungan sosial sebelum penelitian dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2
Blue Print Skala Dukungan Sosial sebelum Penelitian

Aspek Nomor aitem Total
Favourable Unfavourable
Emosional 1,3,5,7,9,41 11,13,15,17,19,43,45 13
Informatif 21,23,25,27,29,47 31,33,35,37,39,49,51 13
Instrumental 2,4,6,8,10,42,44 12,14,16,18,20,46 13
Penilaian 22,24,26,28,30,48,50 32,34,36,38,40,52 13
Jumlah 26 26 52


c. Data dokumentasi. Prestasi belajar mahasiswa dapat diketahui melalui dokumentasi. Data dokumentasi dalam penelitian berupa nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mahasiswa selama satu semester. Dokumen tersebut berupa arsip- arsip berisi nilai dari masing–masing individu yang tersimpan pada program pengajaran. Nilai IPK digunakan sebagai data penelitian karena merupakan salah satu indikator yang dapat menunjukkan sejauhmana prestasi belajar yang diperoleh mahasiswa.
3. Uji coba alat ukur
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan uji coba atau try out terpakai yaitu pengambilan data satu kali namun digunakan untuk dua keperluan sekaligus yaitu uji coba alat ukur (perhitungan validitas dan reliabilitas) dan uji hipotesis. Try out terpakai dilakukan dengan pertimbangan subjek yang sulit ditemui dan padatnya aktivitas yang dilakukan subjek penelitian. Pelaksanaan try out terpakai dilaksanakan pada tanggal 23 – 6 Juni 2008 pada mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan. Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan skala manajemen waktu dan skala dukungan sosial secara langsung pada subjek penelitian. Proses pengumpulan data dilakukan dengan cara menemui subjek secara langsung, baik di kos-kosan subjek, rumah subjek ataupun setelah mahasiswa selesai mengikuti perkuliahan. Pada saat pengambilan data penulis dibantu oleh beberapa teman untuk membagikan skala kepada subjek penelitian Selama dua minggu penelitian, penulis berhasil mendapatkan 70 subjek yang memenuhi syarat untuk diskor dan dianalisis. Selanjutnya peneliti memberi skor pada setiap skala uji coba dan penelitian yang terkumpul untuk diuji validitas dan reliabilitas.
4. Pelaksanaan skoring untuk uji validitas dan reliabilitas
Setelah skala atau instrumen ukur diisi oleh responden dan terkumpul maka langkah selanjutnya adalah melakukan skoring untuk keperluan uji validitas dan reliabilitas. Skor aitem untuk skala manajemen waktu dan skala dukungan sosial berkisar dari 1 sampai 4. Pemberian skor dilakukan berdasarkan jawaban subjek dan memperhatikan sifat aitem yaitu favourable dimana pernyataan yang mendukung pada objek sikap yang akan di ukur, dan unfavourable yaitu pernyataan yang tidak mendukung pada objek sikap yang akan diukur. Langkah selanjut setelah tahap ini yaitu melakukan perhitungan validitas dan reliabilitas skala.
5. Perhitungan validitas dan reliabilitas
Perhitungan validitas aitem untuk skala manajemen waktu, dan dukungan sosial dilakukan dengan menggunakan teknik product moment yang kemudian dikoreksi dengan teknik Part Whole. Perhitungan tersebut mencari korelasi antara skor tiap-tiap aitem dengan skor total aitem dengan bantuan komputer program SPS (Seri Program Statistik) edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih, IBM/IN, UGM, Yogyakarta, Indonesia, hak cipta  2005, dilindungi UU.
a. Skala manajemen waktu. Uji validitas aitem menunjukkan dari 44 aitem yang diujikan terdapat 40 aitem yang valid dan 4 aitem yang gugur yaitu nomor 16,17,19,43. Aitem yang valid mempunyai koefisien validitas (rbt) bergerak dari 0,246 sampai 0,787 dengan p < 0,05 dan koefisien reliabilitas (rtt) = 0,941. Susunan aitem skala manajemen waktu yang valid dan gugur dapat dilihat pada tabel 3.



Tabel 3
Susunan Aitem Skala Manajemen Waktu
yang Valid dan Gugur Setelah Penelitian

Aspek
Nomor Aitem Jml.
Favourable Unfavourable
Valid Gugur Valid Gugur
Penetapam tujuan dan prirotas 2,4,7,8,10,15,
34,35,39 6,29,31,32,36 14
Mekanisme dari manajemen waktu 1,3,12,14,21 16,17,43 20,33,37 19 12
Kontrol terhadap waktu 9,11,13,18,
22,27,44 5,23,24,25,26,28,30,38,40,41,42 18

Jumlah 21 3 19 1 44
24 20

b. Skala dukungan sosial. Uji validitas dari 52 aitem yang diujikan terdapat 48 aitem yang valid dan 4 aitem yang gugur yaitu nomor 7,11,38,52. Aitem yang valid mempunyai koefisien validitas (rbt) bergerak dari 0,205 sampai 0,829 dengan p < 0,05 dan koefisien reliabilitas alat ukur (rtt) = 0,961. Susunan aitem skala dukungan sosial yang valid dan gugur dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4
Susunan Aitem Skala Dukungan Sosial
yang Valid dan Gugur Setelah Penelitian

Aspek Nomor Aitem Jml.
Favourable Unfavourable
Valid Gugur Valid Gugur
Emosional 1,3,5,9,41 7 13,15,17,19,43,45 11 13
Informatif 21,23,25,27,29,47 31,33,35,37,39,49,51 13
Instrumental 2,4,6,8,10,42,44 12,14,16,18,20,46 13
Penilaian 22,24,26,28,30,48,50 32,34,36,40 38,52 13

Jumlah 25 1 23 3 52
26 26


B. Pelaksanaan Penelitian
1. Penentuan subjek penelitian
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa penelitian ini menggunakan try out data terpakai yaitu pengambilan data satu kali namun digunakan untuk dua keperluan sekaligus yaitu uji coba alat ukur (perhitungan validitas dan reliabilitas) dan uji hipotesis. Adapun subjek yang dijadikan sebagai sampel penelitian ini adalah mahasiswa-mahasiswi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang berjumlah 70 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling karena pengambilan sampel berdasarkan kriteria-kriteria/cirri-ciri tertentu. Adapun ciri-ciri sampel dalam penelitian ini adalah: a) mahasiswa dan mahasiswi semester 1-9, di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, b) berusia 19-25 tahun, c) telah menikah. selian itu peneliti juga menggunakan metode snow ball sampling (bola salju) yaitu dilakukan secara berantai dengan meminta informasi pada subjek yang telah diwawancarai atau telah dihubungi sebelumnya (Poerwandari, 1998), karena dalam mencari subjek peneliti menanyakan pada subjek yang telah diwawancarai atau telah dihubungi sebelumnya.
2. Pengumpulan data penelitian
Pengumpulan data untuk uji hipotesis, peneliti dibantu 7 orang teman, dua diantaranya mahasiswa UMY yang telah menikah, hal tersebut untuk memudahkan dalam mendapatkan sampel yang sesuai dengan karakteristik yang ditentukan. Selain itu bantuan dari beberapa rekan juga sangat diperlukan dikarenakan peneliti tidak mengetahui secara langsung status subjek apakah masih lajang ataukah telah menikah. Sebelum penelitian dilakukan peneliti juga memperoleh data dari Badan Urusan Akademik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta namun peneliti belum mengetahui secara pasti nama-nama yang tercantum dalam data tersebut, dari bantuan teman subjek berhasil mengetahui dan menemui subjek yang dimaksud.
Pada saat penelitian sebagian dari fakultas-fakultas di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sedang diadakan ujian tengah semester diantaranya fakultas kedokteran, fakultas teknik dan fakultas hukum, sehingga dalam mencari subjek terkadang peneliti harus mencari kos ataupun rumah dari subjek untuk pengambilan data karena pada saat itu subjek tidak masuk karena tidak ada ujian.
Setelah dilakukan skoring dan telah diketahui hasil validitas dan reliabilitas masing-masing skala, selanjutnya dilakukan skoring ulang kembali untuk menguji hipotesis yang diajukan. Pensekoringan ulang ini dilakukan dengan cara mencari mencari jumlah total dari aitem yang valid pada masing-masing skala. Kemudian total skor dari masing-masing skala dikorelasikan. Skala manajemen waktu terdapat 40 aitem yang valid, sedangkan skala dukungan sosial terdapat 48 aitem yang valid.
C. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi dua prediktor, namun sebelum dilakukan analisisnya terlebih dahulu dilakukan uji asumsi meliputi uji normalitas sebaran dan uji linieritas hubungan dari variabel yang dipergunakan, hal ini karena teknik analisis regresi mensyaratkan datanya harus memenuhi distribusi normal dan linier (Hadi, 2000). Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data dari variabel penelitian membentuk kurva normal atau tidak. Dengan kata lain uji normalitas dimaksudkan untuk melihat apakah sampel yang dipakai dalam penelitian telah mewakili populasi atau tidak, sedangkan uji linieritas dimaksudkan untuk mengetahui apakah skor antara variabel bebas dan variabel tergantung mengikuti garis linier atau tidak.
1. Uji asumsi normalitas
Berdasarkan uji normalitas pada variabel manajemen waktu diperoleh nilai kai kuadrat sebesar 7,766 dengan p > 0,05, yang berarti sebarannya normal. Uji normalitas pada variabel dukungan sosial diperoleh nilai kai kuadrat sebesar 9,226 dengan p > 0,05 yang berarti sebarannya normal. Uji normalitas pada variabel prestasi belajar diperoleh nilai kai kuadrat sebesar 14,453 dengan p > 0,05 yang berarti sebarannya juga normal.
2. Uji linieritas
Berdasarkan hasil uji linieritas hubungan antara manajemen waktu dengan prestasi belajar diperoleh nilai Fbeda sebesar 0,693 dengan p > 0,05, berarti korelasinya linier. Hasil uji linieritas hubungan antara dukungan sosial dengan prestasi belajar diperoleh nilai Fbeda sebesar 3,849 dengan p > 0,05, berarti korelasinya linier.


3. Uji hipotesis
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan teknik analisis regresi dua prediktor diperoleh nilai R sebesar 0,450 dan Fregresi sebesar 8,500 dengan
p < 0,01 yang berarti ada hubungan yang sangat signifikan antara manajemen waktu dan dukungan sosial dengan prestasi belajar. Hal ini berarti hipotesis yang diajukan diterima.
Hasil analisis data yang dilakukan terhadap hubungan antara manajemen waktu dengan prestasi belajar diperoleh nilai korelasi parsial rpar-x1y = 0,1975 dengan p = 0,001 (p < 0,01) berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara manajemen waktu dengan prestasi belajar. Hal ini berarti semakin tinggi (baik) manajemen waktu maka semakin tinggi prestasi belajar, sebaliknya semakin rendah (buruk) manajemen waktu maka semakin rendah pula prestasi belajar. Hal ini berarti hipotesis yang diajukan diterima.
Hasil analisis data yang dilakukan terhadap hubungan antara dukungan sosial dengan prestasi belajar diperoleh nilai korelasi parsial rpar-x2y = 0,0005 dengan p = 0,048 (p < 0,05) berarti ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dengan prestasi belajar. Hal ini berarti semakin tinggi dukungan sosial maka semakin tinggi prestasi belajar subjek, sebaliknya semakin rendah dukungan sosial maka semakin rendah pula prestasi belajar. Hal ini berarti hipotesis yang diajukan diterima.
4. Sumbangan Efektif
Peranan atau sumbangan efektif manajemen waktu terhadap prestasi belajar sebesar 15,576%, sedangkan peranan atau sumbangan efektif dukungan sosial dengan prestasi belajar sebesar 4,662%. Total sumbangan efektif sebesar 20,238% ditunjukkan oleh R2 sebesar 0,202. Dengan demikian masih terdapat 79,762% variabel lain yang berpengaruh terhadap prestasi belajar selain variabel manajemen waktu dan dukungan sosial, misalnya inteligensi, kepribadian, fasilitas belajar.

5. Kategorisasi
Hasil penelitian ini menunjukkan rerata empirik manajemen waktu sebesar 103,000 dan rerata hipotetik sebesar 100, yang berarti subjek penelitian memiliki tingkat manajemen waktu yang tergolong sedang. Rerata empirik dukungan sosial sebesar 141,386 dan rerata hipotetik sebesar 120, yang berarti dukungan sosial tergolong tinggi. Sedangkan rerata empirik prestasi belajar sebesar 2,997 termasuk pada kategori baik..
D. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan teknik analisis regresi dua prediktor diperoleh nilai R sebesar 0,450 dan Fregresi sebesar 8,500 dengan
p < 0,01 yang berarti ada hubungan yang sangat signifikan antara manajemen waktu dan dukungan sosial dengan prestasi belajar. Hal ini berarti hipotesis yang diajukan diterima. Hal ini juga berarti variabel manajemen waktu dan dukungan sosial dapat dijadikan prediktor (variabel bebas) untuk memprediksikan atau mengukur prestasi belajar.
Hasil analisis data yang dilakukan terhadap hubungan antara manajemen waktu dengan prestasi belajar diperoleh nilai korelasi parsial rpar-x1y = 0,1975 dengan p = 0,001 (p < 0,01) berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara manajemen waktu dengan prestasi belajar. Hal ini berarti semakin tinggi manajemen waktu maka semakin tinggi prestasi belajar, sebaliknya semakin rendah manajemen waktu maka semakin rendah pula prestasi belajar. Hal ini berarti hipotesis yang diajukan diterima.
Hasil penelitian di atas dapat bermakna bahwa mahasiswa yang ingin mendapatkan prestasi belajar tinggi seharusnya memiliki manajemen waktu dan mendapatkan dukungan sosial secara optimal. Seperti yang dikemukakan oleh Lakein (dalam Macan, 1994) bahwa manajemen waktu adalah dimana individu menetapakan terlebih dahulu kebutuhan dan keingingan kemudian menyusunnya berdasarkan segi urutan kepentingan, maksudnya terdapat aktivitas khusus yaitu penetapan tujuan untuk mencapai kebutuhan dan keinginan dengan meprioritaskan tugas yang perlu diselesaikan. Tugas-tugas yang seharusnya penting kemudian disesuaikan dengan waktu dan sumber yang tersedia melalui perencanaan, penjadwalan, pembuatan daftar, pengorganisasian, dan pendekatan terhadap tugas. Individu yang memiliki manajemen waktu yang baik tentunya akan menyelesaikan tugas sesuai dengan batas waktu yang telah direncanakan. Sehingga prestasi belajarnyapun akan bertambah baik.
Manajemen waktu dan dukungan sosial baik instrinsik maupun ekstrinsik merupakan motor penggerak dan pendorong bagi individu untuk belajar, sejalan dengan hal tersebut Cristantie (1997) mengemukakan proses belajar perlu adanya manajemen waktu dan dukungan sosial yang tepat yakni perlu adanya manajemen waktu belajar yang efektif, dimana prinsip utama dari manajemen waktu secara efektif adalah pembagian waktu yang efektif untuk kegiatan-kegiatan yang meliputi: waktu untuk belajar, waktu untuk bekerja dan kegiatan sosial maupun waktu bagi diri sendiri untuk bersantai, selain itu dukungan sosial bersumber dari orangtua, saudara kandung, anak-anak, kerabat, pasangan hidup, sahabat, rekan kerja, atau juga dari tetangga juga mempengaruhi prestasi belajar, sehingga di dalam belajar individu akan lebih bersemangat dan tidak lekas bosan dengan materi pelajaran yang dipelajari.
Mahasiswa yang mempunyai manajemen waktu dan dukungan sosial yang tinggi akan mempunyai kemauan yang kuat untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam upaya mencapai tujuan belajarnya. Dengan demikian, manajemen waktu dan dukungan sosial merupakan faktor penting dalam belajar, yaitu dalam usaha mencapai prestasi belajar yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Suryabrata (1984) yang mengatakan bahwa di dalam semua bentuk belajar, manajemen waktu dan dukungan sosial mempunyai peranan yang menentukan, baik itu belajar untuk memperoleh kecekatan maupun belajar memperoleh tambahan ilmu pengetahuan.
Hasil analisis data yang dilakukan terhadap hubungan antara dukungan sosial dengan prestasi belajar diperoleh nilai korelasi parsial rpar-x2y = 0,0005 dengan p = 0,048 (p < 0,01) berarti ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dengan prestasi belajar. Hal ini berarti semakin tinggi dukungan sosial maka semakin tinggi prestasi belajar subjek.
Dukungan sosial sangat efektif membantu individu khususnya mahasiswa yang sudah menikah. Manakala individu memperoleh dukungan sosial berupa perhatian emosional, ia akan merasa bahwa orang lain akan memberi perhatian, menghargai dan mencintai dirinya, ia akan lebih mempunyai kemantapan diri yang baik serta memiliki sikap yang dapat menerima kenyataan, dapat mengembangkan kesadaran diri, berfikir positif, memiliki kemandirian dan mempunyai kemampuan untuk memiliki serta mencapai segala sesuatu yang diinginkan. Dukungan sosial yang diperoleh lingkungan keluarga, teman sebaya, serta lingkungan sekitar sangat berperan dalam pembentukan intensi pada diri seseorang khususnya mahasiswa yang sudah menikah untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Hal ini karena ikatan sosial tersebut akan menciptakan hubungan yang bersifat menolong dan mempunyai nilai khusus bagi individu yang menerimanya. Dengan adanya dukungan sosial yang diberikan pada mahasiswa yang sudah menikah diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajarnya karena dukungan sosial juga memberikan perasaan berguna pada individu karena individu merasa dirinya dicintai dan diterima. Hal ini sesuai denga pendapat yang di kemukakan oleh Ganster (dalam Yuliastuti, 2000) faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial adalah dukungan keluarga, dukungan teman bergaul, dan dukungan masyarakat atau lingkungan sekitar. Dukungan yang diterima akan memiliki arti bila dukungan itu bermanfaat dan sesuai dengan situasi yang ada sehingga bisa meningkatkan prestasi belajar seseorang.
Peranan manajemen waktu dan dukungan sosial sangat diperlukan dalam kegiatan belajar, karena menejemen waktu dan dukungan sosial merupakan salah satu faktor intern yang mempengaruhi belajar dan dapat memberikan energi serta mengarahkan aktivitas belajar individu. Hal ini sesuai dengan pendapat Winkel (1983) yang mengatakan: “motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Peranannya yang khas ialah dalam hal gairah/semangat belajar, mahasiswa yang mempunyai manjemen waktu dan dorongan sosial yang kuat akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar. “dengan kata lain, motivasi belajar individu adalah kecenderungan individu untuk melakukan usaha belajar untuk mencapai tujuan belajar, yaitu tercapainya prestasi belajar sesuai yang diharapkan.
Hasil penelitian ini menunjukkan rerata empirik manajemen waktu sebesar 103,000 dan rerata hipotetik sebesar 100, yang berarti subjek penelitian memiliki tingkat manajemen waktu yang tergolong sedang. Kondisi ini dapat diartikan bahwa aspek-aspek yang terdapat pada variabel manajemen waktu yaitu penetapan tujuan dan prioritas, mekanisme dari manajemen waktu, kontrol terhadap waktu belum optimal menjadi pembentuk karakter atau perilaku subjek penelitian..
Rerata empirik dukungan sosial sebesar 141,386 dan rerata hipotetik sebesar 120, yang berarti dukungan sosial tergolong tinggi. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa pada dasarnya subjek sudah mendapatkan dukungan sosial dari orang lain sehingga aspek-aspek dukungan sosial yang terdiri dari emosional, informatif, instrumental, dan aspek penilaian dapat berperan sebagai pembentuk karakter kepribadian atau perilaku subjek. Adapun nilai rerata empirik prestasi belajar sebesar 2,997. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada umumnya subjek penelitian memiliki prestasi belajar yang tergolong baik.
Peranan atau sumbangan efektif manajemen waktu terhadap prestasi belajar sebesar 15,576%, sedangkan peranan atau sumbangan efektif dukungan sosial dengan prestasi belajar sebesar 4,662%. Total sumbangan efektif sebesar 20,238% ditunjukkan oleh R2 sebesar 0,202. Dengan demikian masih terdapat 79,762% variabel lain yang berpengaruh terhadap prestasi belajar selain variabel manajemen waktu dan dukungan sosial, misalnya inteligensi, kepribadian, fasilitas belajar.
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang sangat signifikan antara dukungan sosial manajemen waktu dengan prestasi belajar, namun generalisasi dari hasil-hasil penelitian ini terbatas pada populasi dimana penelitian dilakukan sehingga penerapan pada ruang lingkup yang lebih luas dengan karakteristik yang berbeda kiranya perlu dilakukan penelitian lagi dengan menggunakan atau menambah variabel-variabel lain yang belum disertakan dalam penelitian ini ataupun dengan menambah dan memperluas ruang lingkup penelitian. Untuk mengatasi kelemahan dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan cara :
1. Menyempurnakan data penelitian pada variabel prestasi belajar misalnya menetapkan indikator atau nilai prestasi belajar yang objektif dan dapat diaplikasikan secara seragam yaitu dengan terlebih dulu menentukan dan menyamakan jenis mata kuliah dan banyaknya SKS yang diambil oleh subjek.
2. Memasukan variabel yang berpengaruh terhadap prestasi belajar yaitu inteligensi sebagai variabel kontrol.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya dapat disimpulkan :
1. Ada hubungan yang sangat signifikan antara manajemen waktu dan dukungan sosial dengan prestasi belajar, nilai koefisien korelasi R = 0,450, Fregresi = 8,500; p = 000 (p < 0,01).
2. Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara manajemen waktu dengan prestasi belajar, nilai korelasi parsial rpar-x1y = 0,1975 p = 0,001 (p < 0,01)
3. Ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dengan prestasi belajar, nilai korelasi parsial rpar-x2y = 0,0005 p = 0,048 (p < 0,05).
4. Peranan atau sumbangan efektif manajemen waktu terhadap prestasi belajar sebesar 15,576%, sedangkan peranan atau sumbangan efektif dukungan sosial dengan prestasi belajar sebesar 4,662%. Total sumbangan efektif sebesar 20,238%.
5. Hasil penelitian ini menunjukkan rerata empirik manajemen waktu sebesar 103,000 dan rerata hipotetik sebesar 100, yang berarti subjek penelitian memiliki tingkat manajemen waktu yang tergolong sedang, artinya aspek-aspek yang terdapat pada variabel manajemen waktu yaitu penetapan tujuan dan prioritas, mekanisme dari manajemen waktu, kontrol terhadap waktu cukup mampu untuk memebentuk karakter atau perilaku subjek penelitian walapun belum optimal. Rerata empirik dukungan sosial sebesar 141,386 dan rerata hipotetik sebesar 120, yang berarti dukungan sosial tergolong tinggi, artinya aspek-aspek dukungan sosial yang terdiri dari emosional, informatif, instrumental, dan aspek penilaian dapat berperan sebagai pembentuk karakter kepribadian atau perilaku subjek. Rerata empirik prestasi belajar sebesar 2,997, masuk dalam kategori memuaskan.

B. Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan, diketahui bahwa manajemen waktu dan dukungan sosial merupakan salah satu komponen yang penting bagi prestasi belajar pada mahasiswa yang telah menikah. Oleh karena itu berdasarkan hal-hal di atas dan hasil penelitian ini, maka penulis dapat memberikan saran kepada:
1. Subjek penelitian, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
a. Diharapkan meningkatkan manajemen waktu dan prestasi belajar tergolong sedang dengan cara: mengefisienkan penggunaan waktu agar mencapai prestasi belajar yang baik, misalnya membuat target dan sasaran yang jelas dalam penyelesaian tugas-tugas kuliah maupun studi, serta memanfaatkan waktu luang untuk mempelajari materi-materi kuliah, berdiskusi maupun berorganisasi di kampus.
b. Mempertahankan dukungan sosial yang tergolong tinggi, dengan cara menjalin hubungan yang harmonis dengan orangtua, saudara, rekan kuliah, dosen maupun dengan teman-teman sepergaulan. Hubungan tersebut seyogyanya dapat dimanfaatkan sebagai upaya positif dalam meningkatkan prestasi akademisnya.
2. Bagi Pimpinan dan Staf Pengajar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Diharapkan turut mempertahankan dukungan sosial yang tergolong tinggi, dan berupaya meningkatkan manajemen waktu dan prestasi belajar mahasiswa dengan cara melakukan pendataan mahasiswa yang memiliki IPK rendah selama dua semester berturut-turut, kemudian Pembimbing Akademik memanggil mahasiswa yang bersangkutan untuk mengetahui permasalahan yang menyebabkan IPKnya rendah, permasalahan yang ada dijadikan sebagai bahan penyusunan program khusus peningkatan IPK dengan mendiskusikan bersama-sama Pembimbing Akademik dan Komponen lain yang terkait.
3. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian dengan tema yang sama diharapkan mempertimbangkan adanya 79,762% variabel lain yang berpengaruh terhadap prestasi belajar selain variabel manajemen waktu dan dukungan sosial, misalnya inteligensi, kepribadian, fasilitas belajar. Peneliti lain dapat pula melakukan penelitian komparatif atau perbandingan manajemen waktu dan prestasi belajar antara mahasiswa dari PTN dan PTS.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi dan Supriyono. 1991. Psikologi Belajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Anonim. 2007. BKKBN: Remaja Putri Yang Menikah. http://www.pikas.bkkbn.go.id. Diakses pada Tanggal 14 Februari 2008.

Anonim. 2008. Faktor-faktor yang menyebabkan wanita menikah. http://www.jurnalperempuan.com. Diakses pada Tanggal 14 Februari 2008.

Arikunto, S. 1989. Prosedur Penelitian. Jakarta : PT. Bina Aksara.

Azwar, S. 1999. Penyusunan Skala Psikologi Edisi I. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Azwar, S. 2000. Validitas dan Reliabilitas. Edisi III. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Badan Pusat Statistik Kesehatan. 2002. Statistik Kesehatan. Jakarta: CV. Media Grafika Prima.

Budiyani, K. 2003. Hubunga Pemanfaatan Waktu dengan Tingkah Laku Agresif Remaja. Insight, Tahun I/ No 2/ Agustus 2003.

Christantie, J. I & Hartanti. 1997. Hubungan antara Prestasi Belajar Terhadap Jurusan A-1, A-2, A-3 dan Motif Berperstasi dengan Prestasi Belajar. Anima, Vol XII. No 47, April-Juli 1997.

Cobb, S. 1987. Social Support as Moderator of live Stress Psycholomatic Medicine Jurnal of Consulting and Clinical Psychology. 38, 5, 300-314.

Cohen, S and Syne, S.I. 1985. Social Support And Health. London: Academic Press Inc.

Covery, S. 1997. The 7 Hobist of Highly Effective People (diterjemahkan oleh Budiyana). Jakarta: Banarapa Aksara.

Crow, L Dan Crow, A. 1986. Psikologi Pendidikan (Terjemahan Kasijan). Surabaya : Bina Ilmu.

Damayanti, R. 2000. Hubungan Antara Penyesuaian Diri dan Lingkungan Pergaulan dengan Kencenderungan Frustasi pada Santri Pondok Pesantren. Skripsi.(tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Douglass, E.M & Douglass, N.D. 1980. Manage yuor time, manage yuor work, manage yuor self. New York: Amacom.

Drenver, J. 1998. Kamus Psikologi. (Terjemahan Nancy Simanjuntak). Jakarta: Bina Aksara.

Fahrudin, M. 1998. Hubungan antara Dukungan Sosial dan Kematangan Pribadi dengan ketertarikan Karyawan terhadap Perusahaan Pada PT. Lombok Garuda Food Industri. Skripsi. (tidak diterbitkan) Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Ganster, D.C., Fullier, M.R. and Mayes, B.T. 1986. Role of Social Support in the Experience of Stress at Work. Journal of Applied Psychologi, 71, 102,110.

Gie, T. L. 1996. Strategi Hidup Suksas. Yogyakarta: Libery.

Ginting, M.J. 2008. Meraih Sukses Dalam Waktu. http://www. Pembelajar.com. Diakses pada Tanggal 14 Februari 2008.

Hadi, S. 1984. Metode Research I. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.

Hadi, S. 2000. Analisis Regresi. Yogyakarta: Andi Offset.

Heniati, C. 2002. Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Makna Hidup Pada Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Wangsa Manggala.

House, J and Khan, R.L. 1985. Measures and Concept of Social Support. London: Academic Press Inc.

Hurlock, E.B. 1994. Developmental psychology: A life-span approach. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Company Ltd.

Innovani, 2002. Hubungan Antara Penerimaan Diri dan Dukungan Sosial dengan Aspirasi Masa Depan Narapidana. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Wangsa Manggala.

Irianto, J.P. 1990. Olah raga Sebagai Alternatif untuk Menbgahidari Frustasi Remaja. Cakrawala Pendidikan. Th IX. 3, 71-82.

Kartono, K.1990. Teori Kepribadian. Bandung: Alumni.

Katz & Kant. 1978. The Social Psychology of Organization (terjemahan : Rahmawari) New York : Willey and Sons.
Koentjoro, S. Z. 2003. Dukungan Sosial Pada Individu. Jakarta: e-psikologi.com. 16 Akses 21 Maret 2008.

Laiken, A. 1973. How To Get Control Your Life. New York: New American Library.

Macan, T.H. 1994. Time Manajemen: Test of Proses Model. Jurnal of Appliet Psychology, Vol 79, No 3, Hal 381-391.

Martaniah. 1984. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.

Masrun, Maertono, Haryanto, F.R, Harjito,P. Utami,M.S. , Bawani,A. Aritonang,L. Dan Sutjipto,H. 1987. Studi Mengenai Kemandirian Tiga Suku Bangsa (jawa,batak, bugis). Laporan penelitian (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Masrun, & Martaniah, S. M. 1974. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM

Monks, F.J., Knoers, A.M.P and Ibdinoto, S.R. 1985. Psikologi Perkembangan : Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta : UGM Press.

Mujib, Abdul. 2002. Evolusi Berfikir dan Implikasinya Pada Pola Kerja (Melacak Dinamika Pemikiran Dalam Wacana Islam Dan Psikologi). Jakarta. Tazakia.

Mulyana, 2004. Manajemen Diri Panduan Sukses Dalam Organisasi. Bandung: Syaamill Cipta Media.

Nawawi, N. 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Noelaka, A. 1986. Pengantar Penelitian Pendidikan. Jakarta : Grafika Utama

Nugroho, T. 2004. Hubungan Antara Manajemen Waktu dan Sifat Perfeksionis Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Bekerja Paruh waktu. Skipsi (tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi UMS

Pasaribu & Simanjuntak.1988. Psikologi Perkembangan. Bandung: Transito.

Poerwadarminta, WJS. 1987. Kamus Umum Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka.

Poerwndari, K. 1998. Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: LP3ES
Prasilowati, D.S. 2000. Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Kecemasan Terhadap Sempitnya Lapangan Pekerjaan. Skripsi. (tidak diterbitkan).Fakultas Psikologi UMS

Prayetno, E. 2001. Akar Masalah Pandidikan Kita. Majalah Darap. Semarang

Rahardi, N.2008. manajemenmahasiswa. http://www.topcities.com. Diakses pada Tanggal 14 Februari 2008.

Rahmadi, N. 2007. Hubungan Antara Lingkungan belajar dan Manajemen Waktu dengan Prestasi Belajar. Skripsi. (tidak diterbitkan).Fakultas Psikologi UMS

Ratnawati, Mila, & Sinambela, Frickson. 1996. Hubungan Antara Persepsi Anak Terhadap Suasana Keluarga, Citra Diri Dan motif Berprestasi Dengan Prestasi Belajar Pada Siswa Kelas V SD Tamiriyah Surabaya. Jakarta : PT. Bina Aksara

Sarason, I.G., Levine, H.M., Bashara, R.B. and Sarason, B.R. 1983. Assessing Social Support: The Social Support Questionare. Journal of Personality and Social Psychologu, 44, 127, 139.

Setyarini,I. 2002. Prokratinasi Akademik ditinjau dari Preveksionisme dan Motivasi Berprestasi. Skripsi. (tidak diterbitkan). Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Slameto, 1995. Belajar dan Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta : Bina Aksara.

Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan (terjemahan kartono.K). Jakarta: PT. Gramedia Widiyasarana.

Sukinah, D.1999. Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Makna Hidup Pada Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Wangsa Manggala.

Surachman, W. 1975. Dasar dan Teknik Research. Bandung : Tarsito.

Suryabrata, S. 1984. Metodelogi Penelitian. Jakarta : CV. Rajawali.

Syafrina, R. 2004. Hubungan Antara Kemampuan Manajemen Diri Dengan Stres Pada Aktivis Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia Daerah Solo. Skripsi.(tidak diterbitkan). Surakarta: Fekultas psikologi UMS.

Taylor, H.L. 1997. Manajemen Waktu (terjemahan Susanto Budhidarmo). Jakarta: Bima Rupa Aksara.

Thoist, P.A. 1986. Social Support As Coping Asssistence. Journal Of Consulting & Clinical Psychology, Vol. 54, 416-436.

Timpe, D. 1991. Mengelola Waktu: Seri Ilmu dan Seni Manajemen Bisnis. Jakarta: PT Gramedia.

Utami, M.S. 1984. Psikologi Pendidikan I. Surabaya : PT. Bina Ilmu

Wahyuningsih, Hepi. 2005. Psenyesuaian Perkawinan Pasangan Suami Istri dewasa Muda Ditinjau Dari Kecerdasan Emosional Dan Umur Perkawinan. Yogyakarta. Universitas Islam Indonesia.

Wiguna. 2000. Seluk beluk Kesulitan Belajar pada Anak. http://www.klinik anakku.com/ .Diakses pada Tanggal 14 Februari 2008.

Winkel, W. S. 1989. Psikologi Pengajaran. Jakarta : Gramedia.

Wirawan, G.Y. 1986. Faktor-faktor psikologis yang bertalian dengan prestasi belajer.journal Psikologi I.

Withherington, H.C.1985. Educational Psychology. London: Ginn & Company.